Jakarta, Kabar SDGs – Tahun baru bukan hanya perubahan kalender, tetapi merupakan saat istimewa untuk berkumpul, bertukar cerita, dan mengungkapkan harapan. Di Indonesia, yang memiliki kekayaan budaya, perayaan tahun baru dikemas dalam berbagai tradisi yang menawan.
Salah satu tradisi yang menarik adalah mandok hata dari Suku Batak di Sumatra Utara. Mandok hata, yang secara harfiah berarti ‘mengucapkan kata’ (di mana mandok berarti ‘mengucapkan’ dan hata berarti ‘kata’).
Tradisi ini menjadi momen penting di mana setiap anggota keluarga berbicara di hadapan sanak famili pada malam tahun baru. Ungkapan yang mereka sampaikan dapat berupa rasa syukur, permohonan maaf, refleksi diri, hingga harapan untuk tahun yang akan datang.
Pelaksanaan tradisi mandok hata terjadi setelah serangkaian kegiatan khas malam tahun baru. Kegiatan dimulai pada 31 Desember, di mana keluarga Batak yang menganut agama Kristen umumnya menghadiri kebaktian di gereja. Setelah itu, mereka berkumpul di rumah sambil menunggu pergantian tahun.
Malam tersebut dimulai dengan makan malam bersama, yang disertai dengan tawa dan lagu-lagu. Pada saat jarum jam menunjukkan pukul 12 malam, tahun baru dirayakan dengan pertunjukan kembang api.
Keceriaan malam itu sebenarnya hanya merupakan awal. Setelah perayaan kembang api, seluruh anggota keluarga berkumpul untuk melaksanakan ibadah malam pergantian tahun, dilanjutkan dengan prosesi mandok hata.
Tradisi ini dimulai dari anggota keluarga yang paling muda dan diakhiri oleh kepala keluarga. Setiap individu diberikan peluang untuk berbicara, mengungkapkan berbagai hal seperti rasa syukur dan terima kasih atas rezeki yang telah diterima, permohonan maaf atas kesalahan yang terjadi di tahun lalu, harapan dan resolusi untuk tahun yang baru, serta evaluasi dan saran, terutama dari orang tua kepada anak-anak.
Momen tersebut sering kali menciptakan suasana yang emosional. Air mata dapat mengalir, terutama saat seseorang mengungkapkan hal-hal yang sebelumnya sulit untuk diucapkan.
Bagi generasi muda, mandok hata bisa menjadi tantangan, karena mereka perlu menyiapkan kata-kata yang tepat dan mendengarkan penilaian dari orang tua. Namun, tradisi ini juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan perasaan yang selama ini terpendam.
Salah satu sebab mengapa mandok hata diagungkan adalah adanya nilai tradisi merantau yang kuat dalam Suku Batak. Malam pergantian tahun sering dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk pulang dan berkumpul dengan keluarga besar, baik dari pihak ayah maupun ibu.
Tradisi ini tidak hanya melibatkan keluarga langsung, tetapi juga termasuk keluarga besar. Setelah rangkaian acara selesai, suasana menjadi hangat dengan menikmati makanan ringan bersama. Setiap anggota keluarga kemudian saling bersalaman, mengucapkan selamat tahun baru, dan melanjutkan perayaan atau mengambil waktu untuk beristirahat.
Mandok hata bukan hanya sekadar kebiasaan, melainkan juga lambang kehangatan dalam keluarga, refleksi diri, dan penghormatan kepada nilai-nilai kekeluargaan. Tradisi ini menjadi media bagi setiap anggota keluarga untuk merenungkan perjalanan hidup, menyatukan perasaan, serta memperkuat ikatan keluarga di tengah kesibukan sehari-hari.
Di zaman modern yang serba cepat ini, tradisi seperti mandok hata mengingatkan kita akan pentingnya meluangkan waktu untuk bersama keluarga. Ini juga mencerminkan keindahan keragaman budaya Indonesia, di mana setiap suku memiliki cara yang khas untuk merayakan tahun baru.
Keunikan dari mandok hata membuatnya tetap relevan hingga saat ini. Meskipun menghadapi tantangan dari modernisasi dan perubahan gaya hidup, tradisi ini tetap menjadi momen yang dinanti oleh Suku Batak, terutama saat mereka dapat kembali ke kampung halaman.
Tradisi mandok hata mengajarkan nilai-nilai yang bersifat universal, seperti rasa syukur, refleksi diri, dan harapan. Lebih dari sekadar perayaan, ini adalah waktu untuk merenung yang menyentuh hati, serta menjadi bukti betapa kaya dan beragamnya budaya Indonesia.
Discussion about this post