BARITO KUALA, KabarSDGs – Sebagai negara dengan luas ekosistem gambut terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan dalam menjaga lahan gambut karena peran pentingnya bagi kehidupan. Salah satu tantangan terbesar adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sering terjadi di wilayah dengan tutupan lahan gambut yang luas.
Kondisi cuaca yang kering karena musim kemarau dan kemungkinan terjadinya El-Nino pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) membuat lahan gambut semakin kering, meningkatkan risiko karhutla di Provinsi Kalimantan Selatan. Jika tidak diantisipasi dengan baik, hal ini dapat menyebabkan karhutla yang meluas.
Data dari Sistem Pemantau Air Lahan Gambut (SIPALAGA) yang diterbitkan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menunjukkan bahwa tinggi muka air tanah (TMAT) gambut di stasiun observasi Jambu, Kab. Barito Kuala, pada 6 Juli 2023 berada pada level -0,11 meter. Selain itu, data sebaran titik panas yang diambil oleh satelit NASA-MODIS dan tersedia di situs SIPONGI Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan adanya banyak titik panas dengan tingkat kepercayaan menengah hingga tinggi (di atas 50%) di Provinsi Kalimantan Selatan selama bulan Juni.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa lahan gambut sudah mulai mengering, sehingga langkah-langkah antisipatif untuk mencegah karhutla di Provinsi Kalimantan Selatan menjadi sangat penting. Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) melaksanakan operasi TMC di Provinsi Kalimantan Selatan.
Operasi ini dilakukan atas permintaan dari BRGM dan bertujuan untuk melakukan pembasahan lahan gambut sebagai upaya pencegahan karhutla. Operasi TMC di Provinsi Kalimantan Selatan telah dimulai pada tanggal 7 Juli 2023 dan direncanakan akan berlangsung selama 12 hari.
Dalam acara kick-off kegiatan TMC di Provinsi Kalimantan Selatan yang diadakan pada Senin (10/07/2023) di Base Ops Lanud Sjamsudin Noor, Banjarbaru, Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo, menyatakan bahwa ini adalah operasi TMC yang ke-3 dari rencana rangkaian 5 kegiatan serupa yang direncanakan bersama oleh BRIN dan BRGM. Sebelumnya, operasi TMC dengan tujuan yang sama telah dilaksanakan di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Budi juga menjelaskan bahwa TMC telah menjadi solusi permanen dalam pengendalian karhutla di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Pada kesempatan tersebut, Adi Bayu Rusandi sebagai Koordinator Lapangan kegiatan TMC di Kalimantan Selatan menjelaskan bahwa kegiatan TMC akan dikendalikan dari Pos Komando (Posko) yang berada di Lanud Sjamsudin Noor, Banjarmasin.
“Tim dari Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN didukung oleh TNI AU dari Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh Malang, yang mengerahkan pesawat CASA 212-200 beserta awak pesawat. Operasi TMC juga mendapat dukungan dari Lanud Sjamsudin Noor, BRGM, BMKG, KLHK, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dan BPBD Provinsi Kalimantan Selatan,” ujarnya dalam siaran tertulis BRIN.
Selain personel di Posko, beberapa personel juga ditempatkan di Pos Meteorologi Kandangan dan Pelaihari untuk melaporkan kondisi cuaca serta pengamatan visual pertumbuhan awan setiap jam kepada tim di Posko Sjamsudin Noor, yang akan dianalisis sebagai pertimbangan dalam penentuan strategi penyemaian awan.
Adi menjelskan, prakiraan Musim Kemarau 2023 yang dirilis oleh BMKG menyatakan bahwa sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Selatan mengalami curah hujan di bawah normal selama musim kemarau, dengan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus-September.
“Untuk menghadapi potensi pengurangan curah hujan saat memasuki puncak musim kemarau, yang berdampak pada penurunan kelembaban lahan gambut, operasi TMC sangat penting dilakukan sesegera mungkin,” ungkapnya.
Sebagai provinsi dengan luas lahan gambut yang besar, yaitu 105.821,80 juta hektar, Provinsi Kalimantan Selatan sangat rentan terhadap karhutla selama musim kering. Oleh karena itu, antisipasi perlu dilakukan sejak awal musim kemarau melalui upaya pembasahan lahan, seperti melalui pemanfaatan TMC untuk meningkatkan curah hujan.
“Diharapkan, dengan adanya hujan, kolam penyimpanan air di area lahan gambut dapat terisi dan tinggi muka air tanah (TMAT) di lahan gambut tetap terjaga, sehingga potensi karhutla di Provinsi Kalimantan Selatan dapat dikurangi,” pungkas Adi.
Discussion about this post