Pergantian Kurikulum Pendidikan merupakan hal yang sudah lazim di negara kita tercinta ini. Meskipun ada anekdot “ganti menteri ganti kurikulum” nyatanya tetap saja ada argumentasi kuat di setiap pergantian kurikulum. Menurut Rusliansyah Anwar dalam artikel berjudul “Sejarah Perjalanan Kurikulum Pendidikan Indonesia” setidaknya ada 10 Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia, belum termasuk Kurikulum Merdeka yang saat ini masih dalam tahap ujicoba.
Kurikulum pertama yang berlaku sejak Kemerdekaan Indonesia adalah Kurikulum 1947. Perubahan arah pendidikan yang lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional sampai dengan perubahan kurikulum era orde baru ini terkhir yaitu Kurikulum 1964.
Perubahan pemerintahan dari orde lama ke orde baru juga diikuti dengan perubahan kurikulum pada tahun 1968 muncul kurikulum pertama pada era ini. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni. Kurikulum 1975 menjadi penyempurnaan dari Kurikulum 1968. Kurikulum ini menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien.
Menurut Mudjito, Direktur Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan kala itu, kurikulum ini lahir karena pengaruh konsep di bidang manajemen MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Perubahan berikutnya terjadi sampai dengan dikenalnya model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum sebagai upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Namun, perpaduan antara tujuan dan proses nampaknya belum berhasil. Akibatnya banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal, seperti bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Kurikulum pertama pada era milenium lahir pada tahun 2004 dengan diluncurkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum 1994. Namun, tidak berlangsung lama karena Kurikulum 2006 hadir kemudian menggantikannya Pada Kurikulum ini, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat. Kurikulum ini juga dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Selanjutnya Kurikulum 2013 sebagai pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan.
Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb, sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika. Saat ini, Kurikulum 2013 bersiap untuk menjadi catatan sejarah karena sudah hadir kurikulum baru dengan nama Kurikulum Merdeka.
Pengertian dan Tujuan Kurikulum Merdeka
Menurut laman Ditpsd Kemdikbud, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Projek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran. Bagi para pendidik yang mulai melaksanakan transisi ini, Kurikulum Merdeka merupakan perubahan pendekatan tematik yang ada pada Kurikulum 2013 kembali menjadi pendekatan mata pelajaran dengan tambahan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Menurut beberapa literatur, Kurikulum Merdeka ini merupakan sarana untuk pemulihan pembelajaran. Seperti kita ketahui bersama, pandemi yang melanda dunia beberapa tahun terakhir ini memporak-porandakan tatanan kehidupan, tak terkecuali dunia pendidikan.
Pemilihan nama yaitu Kurikulum Merdeka sempat menimbulkan multi tafsir. Bahkan, beberapa peserta didik yang notabene adalah obyek penerapan kebijakan ini beranggapan bahwa Kurikulum Merdeka adalah perubahan pembelajaran menjadi bebas seperti pembelajaran yang dilaksanakan ketika pandemi kemarin. Pendapat mereka ini tidak sepenuhnya salah, karena Kemendikbud sendiri menyatakan empat arah perubahan kurikulum di Indonesia sebagai berikut:
- Struktur kurikulum lebih fleksibel
- Fokus pada materi esensial
- Penggunaan beragam perangkat ajar
- Pemanfaatan teknologi digital
Sebagai objek pelaksana di lapangan, guru maupun peserta didik tentunya mengetahui persis bahwa empat arah tersebut adalah kegiatan yang dilaksanakan pada waktu pemberlakuan kurikulum darurat di masa pandemi kemarin. Sementara dalam pelaksanaan ujicoba Kurikulum Merdeka kegiatan-kegiatan tersebutlah yang banyak ditekankan.
Terkait hal itu, perbedaannya hanya dalam pelaksanaan pembelajaran, yaitu daring dan tatap muka. Jadi wajar jika kemudian timbul pertanyaan apakah Kurikulum Merdeka ini adalah legalisasi dari Kurikulum Darurat?
Menurut rencana awal, Kurikulum Merdeka ini akan dijalankan sebagai opsi tambahan terlebih dahulu selama tahun 2022-2024 dalam rangka pemulihan pembelajaran pasca pandemi. Nantinya mulai tahun 2024, diharapkan Kurikulum Merdeka sudah bisa fully implemented secara nasional.
Di tahun 2024 juga, Kemdikbud akan mengkaji ulang mengenai implementasi Kurikulum Merdeka ini berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran. Dalam masa transisi ini, guru sudah dituntut untuk dapat belajar mandiri melalu platform aplikasi Merdeka Mengajar.
Aplikasi tersebut menyediakan berbagai macam modul dan pelatihan yang harus diselesaikan. Modul yang disediakan banyak yang memiliki tautan video, hampir sama modelnya seperti yang media yang dibuat guru pada waktu pembelajaran daring kemarin. Perbedaannya jika guru banyak menggunakan video dari konten kreator yang sudah terupload di youtube, sementara di platform ini videonya dibuat secara khusus. Selain pembelajaran mandiri, berbagai sosialisasi dan pelatihan luring juga diadakan.
Dikutip dari ruang guru, terdapat perubahan jenjang di tingkat Sekolah Dasar yang awalnya adalah kelas 1 sampai dengan kelas 6 dengan pembagian kelas bawah dan kelas atas menjadi 3 fase. Fase 1 adalah kelas 1 dan kelas 2, fase 2 ada di kelas 3 dan 4. Sementara fase 3 terdiri dari kelas 5 dan 6. Fase selanjutnya ada di jenjang SMP/sederajat dan SMA/sederajat.
Kurikulum Berbasis Projek
Selain itu, kurikulum ini juga mengutamakan strategi pembelajaran berbasis projek. Peserta didik akan mengimplementasikan materi yang telah dipelajari melalui projek atau studi kasus, sehingga pemahaman konsep bisa lebih terlaksana.
Nama projek tersebut adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Proyek ini sifatnya lintas mapel. Melalui projek ini, siswa diminta untuk melakukan observasi masalah dari konteks lokal dan memberikan solusi nyata terhadap masalah tersebut.
Dengan adanya projek tersebut, fokus belajar peserta didik tidak lagi hanya semata-mata untuk mempersiapkan diri menghadapi soal-soal ujian. Hal ini menjadi topik perbincangan hangat di kalangan guru.
Menurut Alexander, seperti yang dikutip oleh Wiryokusumo, bahwa kurikulum itu fungsinya adalah penyesuaian, pengintegrasian, diferensiasi, persiapan, pemilihan dan diagnostic (Wijoyokusumo, 1988: 8-9 ). Jadi, proses penyesuaian guru dalam melaksanakan kurikulum yang baru, sejatinya adalah salah satu fungsi kurikulum itu sendiri.
Menurut Nurgiantoro (1988 : 45-46), kurikulum dimaksud untuk menyiapkan kebutuhan masyarakat atau lapangan kerja, sehingga kurikulum mencerminkan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat. Maka pendapat bahwa Kurikulum Merdeka ini adalah legalisasi dari Kurikulum Darurat menjadi benar adanya karena kebutuhan masyarakat saat ini juga tak bisa dilepaskan dari pengaruh pandemi yang telah berjalan selama dua tahun lebih.
Guru dan Implementasi Kurikulum Merdeka
Sejalan dengan tugas dan fungsi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Terlepas dari berbagai macam kebijakan turunan dari Undang-Undang tersebut, guru tetap berkewajiban melaksanakan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan kebijakan pemerintah yang berjalan saat ini. Sehingga tidak pada tempatnya jika guru mengkritisi apa yang menjadi kebijakan pemerintah. Guru hanya sebatas memberikan masukan jika memang diminta untuk memberi masukan.
Implementasi Kurikulum Merdeka tetap akan berjalan sesuai dengan tahapannya. Tuntutan demi tuntutan untuk melaksanakan berbagai macam kewajiban dalam implementasi Kurikulum Merdeka ini sepertinya akan tetap berlangsung. Sehingga selamat menikmati implementesi Kurikulum yang penuh dengan tuntutan. Sampai saatnya nanti pendidik akan terbebas dari tuntutan itu jika tahapan implementasi kurikulum sudah selesai.
Proses penyesuaian dilakukan dengan tuntas dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaaan baru. Yakinlah saat itu kita benar-benar merdeka dalam melaksanakan Kurikulum Merdeka.
(Maftuh Lutfi Nur Fauzi, S.Pd.I Merupakan Pemerhati Pendidikan Sekaligus Kepala Sekolah SDNU Pemanahan Pleret)
Discussion about this post