BALI, KabarSDGs – Tepat pukul 17.00 WITA, suara riuh terdengar dari sekelompok lelaki bertelanjang dada. Memecah hening jelang mentari perlahan tenggelam di Pulau Dewata.
Sekelompok lelaki itu adalah para penari tradisional Kecak. Namun ada yang berbeda dari penampilan mereka. Mulut mereka yang biasanya mengeluarkan suara cak..cak..cak dengan lantang, kini harus terhalang masker.
“ Dulu para penari tidak menggunakan masker, tapi sekarang mereka harus mengenakannya. Sementara penari yang memakai topeng tidak mengenakan, namun penari perempuannya menggunakan face shild,” kata Ketua Sanggar Tari dan Tabuh Desa Adat Pecatu I Made Astra saat ditemui di Bali, belum lama ini.
I Made menuturkan, penggunaan masker ini, bagian dari upaya melindungi penari dan penonton dari infeksi penularan Covid-19.
Selain harus mengenakan masker, jumlah personil penari juga dikurangi, dari biasanya sekitar 87 penari, kini hanya 55 orang saja.
Jumlah penonton turut pula dikurangi, dari biasanya berjumlah 1.000 – 1.400 orang, kini sekitar 400 penonton.
Meski harus banyak terjadi perubahan, nyatanya hal tersebut sama sekali tidak mengurangi nilai dan estetika dari kesenian kebanggaan masyarakat Bali ini. Para penari tetap anggun dan bersemangat mempersembahkan penampilan terbaiknya.
Penonton tetap terpukau, dan memberikan apresiasinya dengan tepuk tangan yang meriah.
“Mungkin kendalanya, para penari harus lebih ekstra mengeluarkan suaranya, karena terhalang masker,” ujar I Made.
Adanya perubahan itu menjadi bukti bahwa pandemi Covid-19 yang merebak pada awal tahun 2020 telah mempengaruhi cara hidup masyarakat dunia, tak terkecuali bidang seni dan kebudayaan.
Protokol kesehatan seperti mencuci tangan, pakai masker, jaga jarak menjadi perilaku baru yang harus dibiasakan.
Penerapan protokol kesehatan ini sejalan dengan program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi, yaitu industri pariwisata berbasis Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE).
Program CHSE atau Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan adalah sebagai salah satu strategi menghadapi masa adaptasi kebiasaan baru di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
CHSE berfungsi sebagai jaminan kepada wisatawan dan masyarakat bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. (YAUMAL HUTASUHUT)
Discussion about this post