Bantul, Kabar SDGs – Batik adalah kain tradisional yang sudah dikenal oleh masyarakat. Kain ini diolah dengan cara khusus sehingga memiliki pola dan warna yang cantik. Namun, masyarakat mungkin belum familiar dengan nama batik indigo. Batik Indigo adalah jenis batik yang menggunakan pewarna alami dari tumbuhan indigofera. Tanaman ini mengeluarkan warna biru gelap yang unik, sering digunakan sebagai pewarna alami yang ramah lingkungan. Tanaman tersebut memiliki beragam nama di daerah-daerah yang berbeda, seperti tarum, nila, indigo, atau tom.
Galeri Batik Puspita Indigo yang dimiliki oleh Ester Puspitasari, seorang warga Kalurahan Poncosari, Kapanewon Srandakan, adalah salah satu tempat di mana batik dibuat dengan memanfaatkan tumbuhan indigofera sebagai pewarna kain batik. Ketika Tim Jelajah Kriya bersama Dekranasda Kabupaten Bantul datang berkunjung, Ester menjelaskan bahwa usahanya dalam membuat batik indigo sudah dimulai sejak tahun 2013. Memulai dengan menanam tumbuhan indigofera, membuatnya menjadi bahan pewarna alami, dan mengaplikasikannya ke kain batik dilakukan di rumah produksi Batik Puspita Indigo. Ketika diminta mengenai tentang memulai usaha mereka, Ester dan suaminya mengatakan bahwa mereka terinspirasi untuk mendorong masyarakat agar menggunakan bahan baku alam yang ramah lingkungan.
Di galeri Batik Puspita Indigo, selain membuat kain batik yang siap pakai, Ester dan suaminya juga menerima pesanan untuk perajin batik lain yang ingin menggunakan warna indigo namun mengalami kesulitan dalam proses pewarnaan.
Saat ini, pesanan untuk pewarnaan dengan warna indigo meningkat. Ester menjelaskan bahwa jika biaya per meter adalah Rp.50.000 untuk pewarnaan, maka jika ingin melorot batiknya, biayanya akan bertambah Rp.5.000. Bekerja dalam bisnis pasti akan menemui berbagai masalah, termasuk Batik Puspita Indigo. Ester mulai merasa kesulitan dalam mencari bahan baku karena hanya sedikit petani yang menanam tumbuhan indigofera.
“Edukasi kepada para petani mengenai budidaya tanaman indigofera perlu dilakukan terlebih dahulu,” ujar Ester.
Perlahan-lahan, usahanya mulai berkembang. Saat ini, petani-petani di sekitar sedang mulai menanam tumbuhan indigofera di kebun jeruk secara tumpang sari. Hasil dari tanaman indigofera dikembangkan sebagai pewarna yang dijual dengan nama Indigo Natural Dye di pasaran. Satu lembar kain batik indigo dari Batik Puspita seharga Rp750.000 dengan ukuran 2,5 meter.
“Karena petani belum banyak melakukan budidaya tanaman indigofera, jadi kami harus edukasi dulu ke mereka,” ujar Ester.
Batik dari Puspita dikenal dengan warna yang pekat karena pewarnaan dilakukan berkali-kali hingga warnanya benar-benar maksimal. Proses pewarnaan yang lama adalah yang membuatnya berbeda dengan pewarna sintetis. Hal ini juga membuat batik warna alam lebih langka dan istimewa. Batik Indigo dari Kapanewon Srandakan telah dijual di Malaysia.
Discussion about this post