Sentani, Kabar SDGs — Pameran dan Diskusi Foto dari Program Photovoices digelar dengan mengambil tema “Suara Kampung Imsar”. Pameran ini menampilkan 31 karya foto yang diciptakan oleh 16 peserta Program Photovoices, di Hotel Suni Sentani, Kamis, tanggal 13 Februari. Foto-foto ini menggambarkan enam isu yang diangkat oleh warga di Kampung Imsar, yang berada di Lembah Grime Nawa, Distrik Nimboran, Kabupaten Jayapura.
Acara ini merupakan hasil kerja sama antara Photovoices International (PVI), Organisasi Perempuan Adat (ORPA) Suku Namblong, dan Suara Grina, serta didukung oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura. Photovoice, yang juga dikenal sebagai fotografi partisipatif, melibatkan komunitas dalam pengambilan keputusan yang berdampak. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Caroline Wang dan Mary Ann Burris di awal dekade 1990-an dan berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dengan cara yang kreatif, melalui pengunaan fotografi.
Program Photovoices di Kampung Imsar mendorong setiap peserta untuk menemukan, diri mereka dalam proses dialog yang kritis. Dalam kegiatan ini, peserta saling berbagi pengetahuan tentang peranan perempuan, pemuda, dan masyarakat adat di Kampung Imsar yang berhubungan dengan isu-isu yang berpengaruh terhadap mereka, melalui proses pembelajaran yang terfasilitasi. Proses pembelajaran ini mencakup penguasaan keterampilan teknis dalam fotografi, mewawancarai narasumber seputar isu yang dibahas, menyusun narasi, serta cara menyajikannya secara terstruktur.
“Enam belas peserta asal Kampung Imsar ini telah menciptakan foto-foto dan narasi yang kuat, yang mencerminkan pandangan para perempuan, pemuda, dan masyarakat adat tentang peranan mereka dalam komunitas kampung. Pameran dan diskusi foto ini kemudian menjadi penutup dari Program Photovoices Kampung Imsar dan berfungsi sebagai sarana untuk memberikan rekomendasi kepada pengambil kebijakan di tingkat Kabupaten Jayapura, organisasi-organisasi, dan mitra lainnya,” ungkap Tri Soekirman, Direktur Eksekutif Photovoices International.
Program yang dimulai pada Mei 2024 ini melibatkan 16 peserta dari berbagai usia dan latar belakang pekerjaan, termasuk kelompok muda, wanita, dan masyarakat adat. Melalui dialog dan diskusi yang dipandu oleh PVI dan Suara Grina, isu-isu diidentifikasi berdasarkan pertemuan dengan pemimpin kampung dan sebagian besar warga Imsar selama Pertemuan Kampung.
Dari diskusi ini, enam isu dikenali dan kemudian dijelajahi lebih dalam oleh peserta. Isu-isu tersebut mencakup pendidikan, kesehatan, budaya, pariwisata, pertanian-perkebunan, dan kepemudaan. Setiap isu mencerminkan tantangan dan perhatian yang dirasakan oleh masyarakat Kampung Imsar, serta potensi dan kekuatan kampung yang bisa dikembangkan.
Isu terkait kepemudaan menyoroti potensi kreatif pemuda Kampung Imsar yang bisa diberdayakan, meskipun beberapa di antaranya terjebak dalam penyalahgunaan narkoba dan alkohol. Peserta juga menyampaikan kekhawatiran mengenai kurangnya fasilitas kesehatan di Kampung Imsar, menjelaskan penyebab dan dampaknya bagi warga yang kini harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu, masalah gizi buruk pada anak juga ditemukan.
Kampung Imsar, yang terletak 500 meter di atas permukaan laut, memiliki lahan yang sangat subur dan keanekaragaman hayati yang tinggi, yang menawarkan peluang untuk pengembangan dalam bidang pertanian, perkebunan, dan pariwisata. Beberapa komoditas perkebunan yang menonjol adalah vanili, umbi-umbian, kakao, dan gaharu. Inovasi dari masyarakat dalam membuat teh gaharu juga memperoleh perhatian dan menjadi alternatif yang menarik untuk membuka peluang kerja baru. Dengan panorama perbukitan yang menakjubkan, keberadaan beberapa sumber mata air dan pemandian alami, serta keanekaragaman fauna seperti kuskus, kakaktua, dan burung kepala udang, sangat penting untuk melakukan pengelolaan pariwisata yang efektif agar dapat menciptakan peluang ekonomi di sektor pariwisata dan memberdayakan generasi muda.
Melalui foto dan narasi, para peserta mendokumentasikan kekayaan tari tradisional Imsar, proses pengolahan sagu secara tradisional, serta pembuatan noken yang kini hampir punah karena tidak ada penerusnya. “Dengan dokumentasi foto dan cerita ini, budaya dan tradisi kami tertangkap dengan baik, serta menjadi suatu cara untuk memperkenalkan dan mengingatkan generasi muda. Kami ingin agar tradisi kami dilestarikan, budaya kami tidak sirna, dan generasi muda tetap merasa bangga terhadap bahasa serta budaya mereka,” jelas Vebbry Hembring, Koordinator Suara Grina.
“Metode photovoice dan kegiatan foto yang interaktif seperti ini masih jarang ditemukan. Dengan foto dan cerita, masyarakat dapat mengungkap berbagai isu di sekeliling mereka, sehingga mereka dapat lebih peka terhadap kondisi lingkungan, mendengarkan serta menggali cerita-cerita yang bisa mengeksplorasi isu, dan mencari solusi terbaik untuk menciptakan perubahan. Banyak dari cerita-cerita ini yang selama ini belum terungkap. Kami berharap agar proses pembangunan, termasuk musrenbang di tingkat Kampung, Distrik, hingga Kabupaten, serta kegiatan Musyawarah Adat, bisa mengadopsi metode photovoice ini. Kita memiliki tanggung jawab bersama bahwa permasalahan yang dihadapi masyarakat di Kampung Imsar juga menjadi bagian dari tugas kita untuk menyelesaikannya,” tutur Pj Bupati Jayapura Ir Semuel Siriwa, M.Si yang diwakili oleh Asisten I Bidang Pemerintahan Umum, Setda Kabupaten Jayapura, Dr. Elphyna Situmorang dalam sambutannya saat acara dibuka.
Discussion about this post