MEDAN, KabarSDGs – Bangsal Tembakau dahulu yang menjamur di wilayah Deli Serdang, Sumatera Utara yang digunakan untuk menjemur tembakau kini sudah musnah ditelan zaman. Dahulu, bangsal tembakau yang jumlahnya ratusan itu merupakan warisan sejarah kelam. Saat ini keberadaannya justru sangat diperlukan guna kepentingan sejarah dan masa depan.
Penerima Manfaat Dana Indonesiana untuk pengelolaan Ruang Terbuka Publik, Ayub menerangkan, pihaknya akan menyelenggarakan Festival Koeli Kontrak pada 14-15 Januari 2023 mendatang.
“Ya Festival Koeli Kontrak adalah sebuah kegiatan seni budaya yang bernuansa Jawa Deli, namun tujuannya untuk mengenang kembali peristiwa kelam tentang perburuhan di kebun tembakau Deli dan juga untuk kembali mempertanyakan tentang musnahnya bangsal tembakau yang bisa menjadi cagar budaya,” ujar Ayub di Medan, Selasa (3/1/2023) dalam siaran tertulisnya.
Ayub yang juga penggiat budaya dan teater ini menerangkan, ide lahirnya Festival Koeli Kontrak tersebut, setelah melakukan riset dengan beberapa tamannya, Agus Susilo dan Rizal Siregar dan menemukan bahwa saat ini bangsal tembakau sudah tak ada lagi.
“Kalau di Desa Saintis bangsal tembakau sudah ludes tak bersisa. Bahkan gudang tembakau yang ada tulisan 1926 itu juga sudah tidak ada. Bukan cuma di Saintis tapi di Sampali, di Helvetia, di Hamparan Perak, Bulu Cina dan Kelambir 5 juga sudah tak tampak lagi,” jelasnya.
Hal tersebut yang membuat Ayub kemudian bersama rekannya Agus Susilo mencoba mengirim proposal ke Dana Indonesiana pada bulan Maret 2022 lalu. Bersyukur, proposal tersebut lolos dan kini tahap persiapan pelaksanaan.
“Jadi dengan adanya festival Koeli Kontrak ini kita berharap kepada pemerintah daerah agar sadar dan punya kepedulian terhadap bangsal tembakau yang mempunyai sejarah teramat dekat dengan masyarakat suku Jawa yang tinggal di Deli Serdang sekitarnya itu,” imbuhnya.
Ia menerangkan, para keturunan buruh tembakau yang tinggal di daerah sekitar Desa Saintis sampai ke Kelambir 5 tersebut, punya kenangan tersendiri terhadap bangsal-bangsal tembakau tersebut. Dikarenakan, kakek, nenek, bahkan buyut mereka pernah mengalami masa-masa kelam saat menjadi Koeli kontrak di kebun tembakau.
“Oleh karenanya bangsal tembakau tidak boleh musnah. Pemerintah daerah harus merekontruksi bangunan bangsal tembakau agar anak cucu kita, tau ada perbudakan yang teramat kelam terhadap orang tua-tua kita tempo dulu,” ungkap Ayub.
Ia melanjutkan, di Desa Saintis itu nantinya akan digelar berbagai kegiatan seni budaya. Acaranya antara lain, Seminar dan Diskusi, pegelaran Ketoprak Dor, atraksi Kuda Lumping, Seminar, Pawai Atribut Masa Lalu dan Kirab Budaya, serta Bazar Kuliner khas Jawa.
“Itu acara inti. Tapi kita sedang usahakan agar ada juga reog, tari-tarian, berbagai perlombaan serta sendra tari dengan cerita Koeli Kontrak. Mudah-mudahan ini bisa terwujud,” beber Ayub.
Ia melanjutkan, pihaknya mengaku harus berbuat yang berbeda dengan kegiatan Festival Budaya Jawa Deli yang sudah lebih dulu diselenggarakan.
“Sebab jika sama, maka tak perlu diloloskan Kemendikbud. Festival Koeli Kontrak perhelatan yang mengajak orang untuk ‘menggugat’ musnahnya bangsal tembakau yang merupakan cagar budaya. Oleh karenanya acaranya tidak hiburan semata, tetapi juga mengajak untuk merenungkan peristiwa-peristiwa masa lalu yang menimpa buruh Koeli Kontrak dan rubuhnya bangsal tembakau,” ungkap Ayub.
Ia juga menerangkan, akan ada acara tabur bunga secara teaterikal di seni instalasi memutar seperti orang sedang tawaf. Jadi, acara tersebut penuh arti dan simbol. Juga akan mengajak penonton untuk ikut menabur bunga bersama-sama sebagai aplikasi dari rasa berkabung atas musnahnya bangsal tembakau.
“Semula akan ditabur di eks gudang 1926. Namun mengingat sesuatu dan lain hal kita lakukan di intalasi. Tentunya diringi musik gamelan yang hikmat,” jelasnya.
Seperti tertera dalam proposal, kegiatan ini akan diplot menjadi destinasi parawisata sejarah kebun tembakau. Dimana kuliner bisa menjadi ciri khas. Selain kuliner kata Ayub, atribut masa lalu seperti dokar, kereta lembu, sepeda ontel, kostum mandor kebon akan menjadi daya tarik tersendiri.
“Kita berharap tidak jalan sendiri dalam mengembangkan kebudayaan yang kini menjadi primadona dalam pembangunan karakter kebangsaan. Tanpa kehadiran negara segalanya tak mungkin terwujud,” pungkas Ayub.
Discussion about this post