BANTUL, KabarSDGs – Rombongan dari MWCNU Pleret pada Minggu (15/10/2023) sore melaksanakan kunjungan ziarah ke Makam Ki Ageng Pemanahan dan Panembahan Senopati yang berada di Komplek Pemakaman Raja di Kotagede, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kunjungan tersebut dalam rangka menyambut Hari Santri 2023 yang jatuh pada setiap tanggal 22 Oktober.
Sebelum berkunjug ke makam, para rombongan dari MWCNU Pleret melaksanakan sholat ashar terlebih dahulu di Masjid Mataram Kotagede. Setelah itu, para rombongan menuju komplek Makam Ki Ageng Pemanahan yang berada di selatan masjid.
Pengurus MWCNU Pleret, Haryadi mengatakan, pihaknya melakukan kunjungan yang pertama kali ke Makam Ki Ageng Pemanahan dan Panembahan Senopati.
“Ini adalah kunjungan pertama kami. Di MWCNU Pleret kan ada Yayasan Pemanahan, KB Pemanahan, TK Pemanahan, dan SDNU Pemanahan. Jadi, kami semacam ‘tabarukan’ ke makam Ki Ageng Pemanahan,” ujarnya.
Haryadi juga menerangkan, kunjungan awal ini diikuti oleh enam orang dari perwakilan MWCNU Pleret, Yayasan Pemanahan, dan SDNU Pemanahan.
“Rencananya akan menjadi kegiatan rutin MWCNU Pleret. Diharapkan pertemuan selanjutnya yang ikut lebih banyak. Hari ini banyak yang berhalangan hadir,” terangnya.
Diketahui, Ki Ageng Pemanahan dikenal juga sebagai Kyai Gede Mataram. Ia adalah seorang tokoh perintis Kerajaan Mataram Islam yang berasal dari Sela (sebuah desa di Grobogan) dan kemudian hijrah ke Pengging. Ia dijuluki sebagai “Pamanahan” karena bertempat tinggal di desa Manahan, suatu tempat di utara Laweyan (sekarang menjadi salah satu kelurahan di Surakarta).
Pada tahun 1556 ia mendapat mandat dari Sultan Pajang yang bernama Adiwijaya/Joko Tingkir untuk membuka pemukiman di hutan Mentaok. Putranya, Raden Ngabehi Saloring Pasar yang juga dikenal dengan nama Sutawijaya menjadi keturunan pertama darinya yang memimpin daerah tersebut. Sutawijaya mendirikan kerajaan yang disebut Kesultanan Mataram Islam yang bergelar Panembahan Senapati.
Sejarah Yayasan Pemanahan
Seorang Pengurus MWCNU Pleret sekaligus pendiri Yayasan Pemanahan M. Rosyid Husaini mengatakan, nama Pemanahan sendiri bersumber dari beberapa kata.
“Pertama berasal dari nama Ki Ageng Pemanahan yang babad Alas Mentaok, permulaan dari Kerajaan Mataram Islam. Kedua berasal dari kata panah, yang artinya memanah atau membidik. Kemudian, Pemanahan itu juga artinya kembali ke hati. Jadi, semuanya dikembalikan kepada hati,” ujarnya.
Rosyid menerangkan, terkait itu, sehingga ada tiga alasan mengapa Pemanahan itu dijadikan sebagai nama Yayasan Pemanahan. Ia melanjutkan, Yayasan Pemanahan lahir sekitar tahun 2008.
“Waktu itu persyaratannya pokoknya belum lengkap. Kemudian diaktekan kembali pada 2016 dengan pendiri lima orang,” jelasnya.
Rosyid membeberkan, waktu itu pembina yayasannya adalah bapak Radino, pengawasnya bapak Maharsi, ketua bapak Imam Muhsin, Sekretaris bapak Sriyanto, dan dirinya sebagai bendahara yayasan. Ia menjelaskan, dikrenakan yayasan harus ada tiga unsur, yakni Pembina, pengawas, dan pengurus.
Setelah itu, pihaknya merekrut bebarapa anggota di berbagai wilayah di Peret. Awalnya Yayasan Pemanahan membuat Kelompok Bermain (KB) Pemanahan yang berkerja sama dengan PKK setempat pada sekitar 2010.
“Setelah itu, mendirikan SDNU Pemanahan. Awalnya kami membentuk tim dari orang-orang yang ahli di bidangnya untuk memberi masukan-masukan dan akhirnya bisa membentuk SD. Kami juga konsultasi ke dinas-dinas terkait dan sekolah-sekolah lain,” ungkap Rosyid.
Ia menjabarkan, awalnya dirinya dirinya didapuk menjadi kepala sekolah dengan dua guru dan satu tukang kebun dan muridnya ada empat. Karena ada kesibukan lain, kemudian dirinya mengundurkan diri sebagai kepala sekolah.
“Setelah mendirikan Yayasan, kemudian awalnya itu mendirikan Sekolah Dasar Islam Pemanahan (SDIP). Setelah itu, saya dihubungi oleh jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT), dikiranya kami bagian mereka. Kemudian kami berdiskusi. Kebetulan juga banyak orang yayasan yang aktif juga pengurus MWCNU Pleret, kemudian dinamakan SDNU Pemanahan,” tutur Rosyid.
Discussion about this post