JAKARTA, KabarSDGs -– Setidaknya terdapat tujuh kecamatan di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang berpotensi terancam gempa bumi yang menyebebkan bahaya tsunami. Populasi terpapar potensi bahaya tsunami di sejumlah kecamatan mencapai 9.965 jiwa.
Berdasarkan analisis InaRISK, sebanyak 10 kecamatan di Kabupaten Pacitan berada pada tingkat risiko bahaya gempa bumi sedang hingga tinggi. Sedangkan melihat populasi penduduk, sekitar 181.224 jiwa di 10 kecamatan tersebut terpapar potensi bahaya gempa bumi. Luas wilayah berada pada risiko dengan tingkat sedang hingga tinggi mencapai 64.538 hektar.
“Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis gempa M5,1 terjadi pada kedalaman 31 km. Pusat gempa berada di 63 km barat daya Pacitan, Jawa Timur,” jelas Raditya Jati, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, di Jakarta, Kamis (10/9/2020).
Menurutnya, berdasarkan hasil pemodelan, gempa tidak memicu terjadinya tsunami. Dilihat dari guncangan gempa yang diukur dengan skala MMI atau Modified Mercalli Intensity, wilayah seperti Wonogiri, Bantul, Pacitan, Trenggalek, Magetan, Nganjuk dan Sawahan pada II – III MMI.
Raditya mengatakan, kesiapsiagaan dan kewaspadaan masyarakat dalam menghadapi potensi ancaman bahaya gempa bumi dan tsunami diperlukan. Hal tersebut dikarenakan belum ada teknologi yang mampu untuk mendeteksi waktu gempa akan terjadi. Sedangkan tsunami, informasi yang dapat dimonitor berdasarkan hasil pemodelan.
Terkait dengan potensi tsunami di wilayah Pacitan, peneliti dari Brigham Young University Profesor Ron Harris melakukan kajian paleotsunami atau tsunami purba beberapa tahun lalu.
Berdasarkan kajian yang melibatkan para peneliti dan juga BPBD setempat, ia pun menciptakan pendekatan yang mudah diingat. Ini diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman tsunami di kawasan itu. Pendekatan itu berupa jargon 20-20-20.
“Angka itu bukan sekadar angka yang kemudian muncul begitu saja. Namun angka ini berdasarkan kalkulasi sainstifik yang memperhitungkan durasi gempa yang terjadi, kecepatan tsunami dan wilayah evakuasi aman,” jelas Harris.
Dia mengatakan, makna 20-20-20 merujuk pada kejadian gempa yang terjadi sekitar 20 detik, warga memiliki waktu 20 menit untuk melakukan evakuasi pada ketinggian 20 meter. Namun Ron menyampaikan bahwa gagasan terhadap pesan itu harus adaptable dengan konteks wilayah, seperti di Ambon 20-10-20 dan di Bali 20-20-10.
Discussion about this post