JAKARTA, KabarSDGs -– Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkoordinasi dengan pemerintah daerah, akademisi, dan dunia usaha melakukan berbagai antisipasi untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang hampir terjadi di beberapa provinsi di masa pandemi COVID-19.
“BNPB selalu menekankan upaya pencegahan dibandingkan pemadaman karena langkah ini lebih efektif untuk menghindari dampak yang luas, khususnya di provinsi yang kerap dilanda karhutla,” jelas Raditya Jati, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, di Jakarta, Senin (24/8/2020).
Menurut dia, upaya pencegahan menghadapi karhutla, BNPB mendorong untuk pengembangan pengetahuan, pemahaman dan kapasitas pengelolaan hutan dan lahan, potensi ekonomi lokal dan pengolahan hasil produksi hutan dan lahan menjadi bernilai tambah. Sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) telah mengembangkan pendekatan pada pemberdayaan masyarakat.
Di samping itu, ujarnya, beberapa langkah teknis diupayakan yakni monitoring sistem peringatan dini melalui informasi fire danger rating system (FDRS) dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pantauan titik panas atau hot spot dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) maupun ketinggian muka air di lahan gambut dari BRG.
“Pencegahan dapat dilakukan, seperti pemadaman titik api sedini mungkin melalui satuan tugas darat maupun udara. BNPB mengerahkan 6.000 personel yang diterjunkan keenam provinsi,” kata Raditya.
Keenam provinsi tersebut Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Setiap provinsi mendapatkan dukungan 1.000 personel. Perhitungan komposisi personel di setiap daerah terdiri TNI dan Polri 40 persen, Manggala Agni 20, masyarakat 30, dan berbagai unsur 10.
Sedangkan satuan udara, kata Raditya, BNPB dan BPBD menggunakan pemadaman menggunakan water-bombing dan teknologi modifikasi cuaca. Pelaksanaan water-bombing menggunakan armada helikopter yang telah ditempakan di beberapa provinsi.
“Saat ini, enam provinsi telah menetapkan status siaga darurat, antara lain Riau (11 Februari – 31 Oktober 2020), Sumatera Selatan (20 Mei- 31 Oktober 2020), Jambi (29 Juni-26 September 2020), Kalimantan Barat (2 Juli-30 November 2020), Kalimantan Tengah (1 Juli-28 September 2020) dan Kalimantan Selatan (1 Juli – 30 November 2020),” jelas Raditya.
Berdasarkan data KLHK, luas dampak karhutla di enam provinsi hingga hari ini (24/8) sebagai berikut Riau 90.550 ha, Sumatera Selatan 336.798 ha, Jambi 56.593 ha, Kalimantan Barat 151.919 ha, Kalimantan Tengah 317.749 ha dan Kalimantan Selatan 137.848 ha. Sedangkan luas hutan dan lahan terdampak pada 2019 berjumlah 942.485 ha, dengan rincian lahan gambut 269.777 dan mineral 672.708 ha.
Untuk itu, kata Raditya, BNPB menyiagakan armada untuk pengeboman dan pemantauan, terdiri 3 helikopter di Jambi, 11 di Sumatera Selatan, 8 di Riau, 1 di Kalimantan Barat dan 5 di Kalimantan Tengah. Komposisi ini dapat digerakkan ke wilayah yang lain dengan tingkat keparahan yang berbeda.
BNPB didukung armada baru helikopter Chinook dan Black Hawk. Di samping helikopter, satuan udara didukung dengan pesawat fixed-wing untuk menebar garam di udara atau cloud seeding. Operasi TMC ini dipimpin oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta TNI.
Pemerintah daerah merupakan penanggung jawab utama dalam penanganan darurat di wilayahnya. BNPB dan kementerian/lembaga akan memberikan pendampingan dalam penanganan karhutla di daerah. Dukungan yang akan diberikan untuk penguatan daerah yakni penguatan koordinasi dan komando melalui pos komando dan pusat pengendali operasi.
Hingga saat ini, enam provinsi telah menetapkan status siaga darurat, antara lain Riau (11 Februari – 31 Oktober 2020), Sumatera Selatan (20 Mei- 31 Oktober 2020), Jambi (29 Juni-26 September 2020), Kalimantan Barat (2 Juli-30 November 2020), Kalimantan Tengah (1 Juli-28 September 2020) dan Kalimantan Selatan (1 Juli – 30 November 2020).
Berdasarkan data KLHK, luas dampak karhutla di enam provinsi hingga hari ini (24/8) sebagai berikut Riau 90.550 ha, Sumatera Selatan 336.798 ha, Jambi 56.593 ha, Kalimantan Barat 151.919 ha, Kalimantan Tengah 317.749 ha dan Kalimantan Selatan 137.848 ha. Sedangkan luas hutan dan lahan terdampak pada 2019 berjumlah 942.485 ha, dengan rincian lahan gambut 269.777 dan mineral 672.708 ha.
Discussion about this post