JAKARTA, KabarSDGs — Indonesia saat ini memiliki 2 opsi dalam mengembangkan vaksin COVID-19. Opsi pertama mengembangkan vaksin Merah Putih yang dikembangkan Kementerian Riset dan Teknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) serta Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Opsi kedua mengembangkan kerjasama internasional. Kerjasama yang pertama yang sudah dalam pendampingan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yakni PT Sinovac dengan PT Biofarma, lalu kerjasama kedua Sinopharm dengan Kimia Farma bersama Grup 42 dari Uni Emirat Arab dan kerjasama ketiga ialah Genexine dengan PT Kalbe Farma.
“BPOM telah membuat roadmap tahapan pengembangan vaksin yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan data praklinik, klinik dan mutu dari vaksin yang akan dibuat,” jelas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito saat jumpa pers di Kantor Presiden, Selasa (1/9/2020).
Penny menyebutkan dengan roadmap tersebut, tahapan pengembangan vaksin ini sesuai waktu yang sudah kita rencanakan dengan percepatan tentunya, dan segera memenuhi kebutuhan untuk program nasional.
Disamping itu, katanya, beberapa pendekatan dengan negara lain yang sudah memulai komunikasi untuk tahap-tahap pengembangan selanjutnya.
Kepala BPOM menjelaskan, pada perkembangan uji klinis vaksin kerjasama Sinovac dengan Biofarma, sudah dimulai pada 11 Agustus 2020 oleh tim peneliti dari kedokteran Universitas Padjajaran dan subjek uji klinis sebanyak 1.620 orang.
“Saat ini sudah ada 1.800 sukarelawan yang telah mendaftar, dan hingga akhir Agustus 2020 terdapat sekitar 500 orang direktur dan sudah mendapat tahap penyuntikan,” jelas Penny.
BPOM, katanya, siap mengawal mulai pemberian persetujuan protokol uji klinis, pelaksanaannya dan evaluasi hasil uji klinis untuk situasi darurat, serta persiapan sarana produksi di Biofarma untuk melakukan transfer teknologi dalam mewujudkan vaksin menjadi produk komersil.
Pada kerjasama vaksin Sinopharm – G42 dengan Uni Emirat Arab, saat ini sudah ada kesepakatan. Uni Emirat Arab berkomitmen menyediakan 10 juta vaksin untuk Indonesia. Pada akhir tahun 2020 diharapkan tercapai.
BPOM sendiri kata Penny telah ke Uni Emirat Arab dan menemui kementerian kesehatannya. “Kami melihat uji klinis fase 3 vaksin dilakukan dengan sangat baik dan terorganisir, banyak sekali aspek positif dengan partisipasi 22 ribu peserta dengan keberagaman kebangsaan, ada 119 kebangsaan yang sudah terlibat dalam uji klinis,” katanya.
Setelah uji klinis fase 3 vaksin Sinopharm, dimungkinkan industri farmasi Indonesia menjadi bagian dari transfer teknologi produksi vaksin tersebut. Penny melihat ada peluang kerjasama pengembangan industri vaksin antara Uni Emirat Arab dan Indonesia.
Dalam waktu dekat, ujarnya, akan dikembangkan MoU antara BPOM dan Kementerian Kesehatan Uni Emirat Arab yang akan memastikan kecepatan akses vaksin melalui proses regulasi yang lebih terarah dan memenuhi standar internasional.
“Selain itu, kita juga kita akan mendorong investasi industri farmasi baik di Uni Emirat Arab dan Indonesia sebagai kerjasama bilateral,” paparnya.
Discussion about this post