JAKARTA, KabarSDGs — Museum Bank Indonesia terletak di Jalan Pintu Besar Utara No.3 Jakarta Barat. Seperti bangunan kuno di sekitarnya, museum ini berdiri dengan pilar-pilar dan kaca yang besar seperti khasnya arsitektur gedung buatan Belanda, yang telah ditetapkan pemerintah sebagai bangunan cagar budaya.
Gedung Museum Bank Indonesia awalnya digunakan sebagai rumah sakit, dikenal dengan sebutan Binnen Hospitaal. Bangunan rumah sakit ini kemudian dialihfungsikan oleh De Javasche Bank (DJB), sebuah bank terbesar di Hindia Belanda, pada 8 April 1828. Kemudian setelah lebih dari 80 tahun beroperasi, tepatnya pada 1910, DJB membangun kembali gedung bekas Binnen Hospital dengan rancangan baru karya Biro Arsitek Ed. Cuypers & Hulswit yang kemudian berubah menjadi Architecten & Ingenieursbureau Fermont-Cuypers.
Pembangunan ini selesai dan diresmikan pada 12 Juni 1937. Kemudian, pada 1 Juli 1953, Bank Indonesia (BI) didirikan dan menempati bangunan ini. Namun, pada 1962, BI pindah ke gedung baru sehingga gedung inipun kosong. Kemudian, gedung ini beralih fungsi menjadi museum yang diresmikan oleh Gubernur BI Burhanuddin Abdullah pada 2006.
Baru pada 2008, museum ini beroperasi secara penuh, tujuannya menyajikan informasi yang berkaitan dengan tugas BI sebagai bank sentral sejak awal berdiri dengan memanfaatkan teknologi informasi yang tepat guna. Pada 21 April 2009, museum ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Memasuki ruang dalam Museum BI, pengunjung harus melewati bagian keamanan, lalu naik tangga ke lantai dua untuk menitipkan barang-barang. Hanya dompet, telpon genggam, dan kamera yang bisa dibawa masuk ke museum ini. Bagi yang membutuhkan pemandu atau guide, Seorang pemandu bernama Iis menyarankan untuk memesan terlebih dahulu sejak jauh hari, hal ini dikarenakan banyaknya rombongan sekolah yang telah memesan dan menggunakan jasa pemandu wisata.
Ruang pertama yang dimasuki adalah ruang pelayanan pengunjung. Salah satu fungsinya untuk mengambil tiket sebagai tanda masuk ke dalam museum. Semua tiket masuk yang disediakan oleh museum ini gratis alias tidak dipungut biaya. Ruangan ini juga dilengkapi dengan 12 ruang kasir (kassierderij) sebagai ruang untuk menerima penyetoran dan melakukan pembayaran dalam bentuk uang tunai yang digunakan BI sejak 1953 sampai 1975.
Ruang transisi atau playmotion adalah ruangan berikutnya. Meski suasana dibuat gelap, namun, di sinilah teknologi mulai terlihat. Pengunjung dapat menangkap bayangan koin di layar proyektor. Baik anak-anak maupun orang dewasa senang bermain tangkap koin tersebut. “Ruangan dengan teknologi hologram ini sempat rusak, tapi sekarang sudah diperbaiki, hanya saja sensornya menjadi kurang sensitif,” ujar Iis.
Area selanjutnya ruang teater. Iis mengatakan, ruangan itu biasanya ditayangkan satu paket dengan kedatangan rombongan yang bisa memilih apakah mau menonton terlebih dahulu atau tidak. Disediakan film sejarah BI baik berupa animasi ataupun bukan animasi.
Melangkah ke ruangan berikutnya, sejarah Indonesia terutama dari segi kekayaan nusantara terekam jelas di sana. Bagaimana pencarian rempah-rempah dimulai, perdagangan, dan mulainya pembentukan bank.
Kemudian, pengunjung digiring pada masa ke masa yang menceritakan peristiwa penting dalam sejarah. Misalnya saja, pada Periode Kelima 1997-1998 periode krisis di segala lini, 16 bank ditutup. Di area ini terdapat banyak diorama yang menggambarkan aktivitas perbankan masa dulu. Teknologi pun kembali diterapkan. Pencahayaan maupun teknologi layar sentuh digunakan untuk Galeri yang berisi film mengenai peran BI baik dari sisi kelembagaan moneter, sistem perbankan, dan sistem pembayaran.
Selesai menikmati sejarah, pengunjung dikenalkan dengan mesin anjungan tunai mandiri (ATM), ada juga layar sentuh untuk edukasi anak-anak dengan cerita animasi. Ke luar ruangan, pengunjung menyusuri selasar, balkon dalam gedung menuju ruang galeri berikutnya, yaitu galeri numismatik. Sebelum menuju sana, bersenang-senanglah dengan mengambil foto diri dengan pecahan uang Rp 10 ribu dan Rp 50 ribu.
Memasuki area numismatik (studi yang mempelajari salah satunya tentang uang dan sejenisnya), brankas pertama yang dilihat adalah brankas emas. Kemudian, pengunjung diarahkan ke brankas uang asli yang lebih steril. Brankas ini dibuat pada 1920 memiliki ketebalan dinding hingga 70 centimeter.
“Sebenarnya koleksi uang asli di sini masih belum lengkap, hal ini dikarenakan tempat brankas yang terbatas,” ujar Iis. Dari sisi tahun pengeluaran, lanjutnya, memang sudah lengkap, namun terkadang dalam satu tahun ada beberapa seri pengeluaran, itulah yang terkadang tidak bisa terpenuhi di gedung ini.
Usai menikmati uang asli dan kuno dengan kaca pembesar, di luar ruangan terdapat tempat souvenir, di situlah penjelajahan museum berakhir. Seorang pengunjung berusia 5 tahun, Bari mengatakan, masuk museum ini seperti masuk bioskop, dia pun jadi mengenal macam-macam uang. “Saya mau nanti datang lagi ke museum ini,” ujarnya sambil tersenyum. Museum ini juga dilengkapi Ruang Auditorium, Banking Expo, Ruang Serbaguna, Cafe Museum, Fine Dining Restaurant, Perpustakaan, Pertokoan, serta Masjid. (FAH)
Discussion about this post