Jakarta, Kabar SDGs – Tanaman yang dikenal sebagai Pohon Kehidupan ini termasuk dalam kategori pohon yang serbaguna. Hal ini karena hampir setiap bagiannya bisa digunakan untuk kepentingan manusia. Misalnya, batangnya bisa dimanfaatkan sebagai papan dalam pembangunan rumah, daunnya berfungsi sebagai bahan untuk membungkus ketupat dan atap bangunan, tangkai anak daun menghasilkan lidi untuk sapu, tangkai bunga menghasilkan nira yang bisa diproses lebih lanjut menjadi gula kelapa. Yang juga sangat berharga adalah buah kelapa, yang dapat menghasilkan daging buah muda, santan, minyak kelapa, bungkil kelapa, tepung kelapa, kopra, hingga cairan yang digunakan untuk membuat nata de coco.
Produksi kelapa di Indonesia tidak hanya untuk kebutuhan domestik, tetapi juga untuk ekspor ke banyak negara. Menurut data dari FAO yang dilaporkan oleh Pusdatin Kementerian Pertanian, Indonesia adalah produsen serta eksportir kelapa butir terbesar di dunia selama 2016-2020, memberikan kontribusi sekitar 58,37% dari total volume ekspor kelapa global.
Negara yang menjadi eksportir terbesar berikutnya adalah Thailand, Vietnam, India, Pantai Gading, dan Malaysia. Dari data Pusdatin, selama 2016-2019, produksi kelapa menunjukkan penurunan, tetapi naik sekitar 18 ribu ton pada tahun 2020. Antara 2012 dan 2021, volume ekspor produk olahan kelapa seperti kopra dan minyak kelapa mengalami fluktuasi, dengan rata-rata pertumbuhan masing-masing sebesar 42,62% dan 1,00% per tahun. Meskipun begitu, ekspor kedua produk ini masih jauh di bawah ekspor kelapa butir.
Pada tahun 2023, Presiden Joko Widodo menginginkan kelapa Indonesia tidak diekspor dalam bentuk mentah (kelapa butir atau kelapa bulat), melainkan sebagai barang setengah jadi atau barang jadi supaya produk tersebut memiliki nilai tambah. Nata de coco, arang batok, dan kelapa parut adalah beberapa produk olahan dari kelapa. Nilai tambah nata de coco mencapai 3,6 kali, sedangkan arang batok memiliki nilai tambah 4,5 kali, kelapa parut 6 kali, dan VCO (Virgin Coconut Oil) mencapai 11 kali.
Berdasarkan data dari Badan Karantina Pertanian, pada bulan Juni 2023, volume ekspor kelapa butir atau kelapa bulat masih lebih tinggi dibanding produk olahannya, seperti bungkil kelapa dan kopra. Volume ekspor kelapa bulat mencapai 61,9 ribu ton dengan negara tujuan ekspor ke Cina, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura. Bungkil kelapa diekspor ke India, Cina, Vietnam, Malaysia, dan Jepang dengan total volume ekspor 15,2 ribu ton. Sementara itu, ekspor kopra mencapai 9,4 ribu ton dengan tujuan ekspor seperti Korsel, Bangladesh, India, Pakistan, dan Filipina.
Ekspor produk olahan kelapa baik berupa barang setengah jadi maupun barang jadi, dapat menambah lapangan kerja, meningkatkan pendapatan petani, serta meningkatkan penerimaan devisa bagi negara. Selain bungkil kelapa dan kopra, kelapa juga bisa diolah menjadi kelapa parut, santan, minyak kelapa, tepung kelapa, arang batok, hingga nata de coco.
Namun, untuk meningkatkan produksi dan memasuki pasar ekspor tidaklah mudah dan membutuhkan strategi dari awal. Penetapan standar produk olahan kelapa serta penerapan SNI dan pemenuhan syarat yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor sangat penting agar produk olahan kelapa tidak ditolak. Setiap negara tujuan ekspor memiliki syarat yang berbeda, yang bisa dilihat di situs resmi negara masing-masing.
Discussion about this post