Jakarta, Kabar SDGs – Lisensi dan royalti. Dua istilah penting tersebut menjadi dasar bagi Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenekraf/Bekraf) untuk mendorong perkembangan para pelaku dalam sektor ekonomi kreatif.
Dalam sebuah pertemuan antara Wakil Menteri Ekonomi Kreatif/Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Wamenekraf/Wakabekraf) Irene Umar dan Anthony Liem sebagai Direktur Digital Printing Indonesia, mereka mendiskusikan peluang untuk memajukan industri mode. Irene mengungkapkan bahwa digital printing dapat menjadi solusi bagi pelaku ekonomi kreatif, terutama pengrajin tradisional, agar dapat memperoleh royalti.
“Kami ingin sekaligus mengenalkan berbagai teknologi yang ada di Indonesia. Selama ini, kita mengenal batik dengan sejumlah cara produksinya, mulai dari kerajinan tangan, kemudian ada batik cap, dan sekarang ada batik printing. Melalui batik printing, pengrajin batik tradisional bisa tetap menerima lisensi dan royalti jika desain batik mereka dituangkan ke dalam format printing,” ujar Wamenekraf Irene dalam pertemuan yang berlangsung di Menara Merdeka, Jakarta pada Jumat, 17 Januari 2025.
Wamenekraf Irene yang didampingi oleh Deputi Bidang Kreativitas Budaya dan Desain Kemenekraf Yuke Sri Rahayu juga mengamati hasil cetakan logo Ekraf yang diterapkan pada kain sarung bermotif tenun dan hijab. Ia berharap bahwa pemanfaatan teknologi pencetakan digital tidak hanya mempertahankan keberadaan pengrajin batik dan tenun tradisional, tetapi juga membuka peluang bagi pelaku bisnis mode untuk berkolaborasi.
Sementara itu, Yuke Sri Rahayu, yang menjabat sebagai Deputi Kreativitas Budaya dan Desain di Kemenekraf, memberikan dukungan terhadap ide untuk menampilkan hasil kerajinan para perajin tradisional yang dapat diterapkan pada kain melalui teknologi cetak digital. Yuke menyatakan bahwa tidak hanya perajin batik yang memiliki kesempatan untuk memperoleh lisensi dari hasil cetakan digital, tetapi juga perajin tenun di wilayah lain seperti Toraja dan Toba pun bisa memanfaatkan kesempatan ini.
“Jika ingin mewujudkan kolaborasi ini, dukungan dari para pelaku industri fesyen sangat diperlukan. Selama ini, Ekraf telah banyak membantu para pembatik dan penenun tradisional, dan kami ingin inisiatif ini terus berlanjut. Kami sangat berharap kerja sama ini dapat berjalan di masa depan,” kata Yuke.
Harapan ini mendapatkan sambutan positif dari Anthony Liem, Direktur Digital Printing Indonesia. Dia menjelaskan bahwa tujuan presentasinya kepada Kemenekraf adalah untuk membentuk kerjasama bisnis antara subsektor ekraf.
“Saya sangat senang berada di sini untuk membahas hal ini, karena ternyata semangat dari Ibu Wamen dan tim Ekraf sangat mengesankan terhadap visi saya. Menurut pandangan saya, Ekraf memiliki potensi besar dalam mengubah ekonomi kreatif di Indonesia. Kita perlu menghargai sejarah kita, tetapi juga harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan teknologi yang ada saat ini. Kita tidak boleh kehilangan ciri khas sebagai bangsa Indonesia, namun juga harus merambah ke cakupan yang lebih global,” ucap Anthony Liem.
Discussion about this post