JAKARTA, KabarSDGs — Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyatakan suara dentuman yang terjadi pekan lalu di sejumlah daerah seperti Buleleng, Lampung, dan Malang selain karena adanya benda ilmah yang masuk ke atmosfer, fenomena dentuman tersebut bisa juga muncul akibat inversi di atmosfer.
“Tim Reaksi Analisis Kebencanaan (TREAK) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menyatakan lapisan inversi adalah lapisan atmosfer yang hangat berada di atas lapisan atmosfer yang dingin,” jelas Koordinator Humas Lapan Jasyanto, di Jakarta, Minggu (7/2/2021).
Pada kondisi normal, kata Jasyanto, suhu atmosfer turun bersama ketinggian, sehingga lapisan atmosfer yang dingin berada di atas lapisan atmosfer yang hangat. Namun pada lapisan inversi terjadi sebaliknya, di mana lapisan atmosfer yang hangat berada di atas lapisan atmosfer yang dingin, karena itu disebut inversi (terbalik).
Menurut dia, lapisan inversi biasa terjadi pada malam dan dini hari, karena udara di dekat permukaan mendingin (pendinginan radiatif), sementara udara di atasnya tetap hangat. Lapisan inversi juga dapat terjadi karena aliran udara hangat/dingin (adveksi) dan bertemunya udara hangat/dingin (front). Lapisan inversi — sesuatu yang biasa dan normal terjadi dalam dinamika atmosfer.
Tim Reaksi Analisis Kebencanaan, kata dia, menganalisa — inversi dapat terjadi di dekat permukaan hingga lapisan batas sampai dengan 5 km, bahkan terjadi pada ketinggian sekitar 17 km (tropopause), dan luasnya bervariasi dari skala lokal hingga regional.
“Lapisan inversi menahan pengangkatan udara ke atas (konveksi) sehingga dapat mengakibatkan terkumpulnya energi di dekat permukaan dan dilepaskan dalam bentuk thunderstorm yang kuat,” kata Jasyanto.
Dia menambahkan, lapisan inversi juga dapat menyebabkan cuaca yang berkabut dan menahan polutan berada di dekat permukaan. Lapisan inversi dapat menyebabkan suara dipantulkan atau dibelokan sampai ke tempat yang lebih jauh.
Tim Reaksi Analisis Kebencanaan — bentukan Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ini menyebut energi suara yang merambat akan mengalami pelemahan yang cepat bersama jarak, apalagi jika mengalami pemantulan, di mana sebagian besar energi akan diserap atau diteruskan. Untuk memecahkan kaca diperlukan energi suara yang cukup kuat, shock, blast, atau proses resonansi dengan frekuensi yang tepat.
Discussion about this post