BEKASI, KabarSDGs – Terjadinya interaksi dalam bentuk komunikasi yang intensif di dalam keluarga, berdampak pada kemampuan anak berbahasa. Riset menunjukan minim berkomunikasi dengan orangtua memiliki perbendaharaan bahasa yang lemah.
“Merujuk hipotesa relasi intensitas komunikasi dengan kemampuan berbahasa, maka pandemi Corona dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seharusnya memberi perbaikan kecerdasan linguistik anak,” ujar Praktisi Komunikasi dan Pendidikan Universitas Bhayangkara Jaya (UBJ) Metha Madonna, S.Sos, M.IKom kepada Kabarsdgs.com, belum lama.
Kondisi saat ini memaksa setiap orangtua beraktivitas di rumah dan hikmahnya interaksi dengan anak jadi lebih baik, Apabila sebelumnya intensitas komunikasi rendah kini setiap anak memiliki kesempatan untuk menyampaikan obsesinya dan emosinya.
Karena menurut Dosen Peneliti di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) UBJ tersebut bahwa selama ini durasi bicara bisa dikatakan sangat minim, jarang kontak ditambah kurangnya kepekaan orangtua yang tidak sensitif pada emosional anak membuat intensitas komunikasi dalam keluarga rentan.
Hasil riset yang dilakukan dua dosen Fikom Universitas Bhayangkara Jakarta yaitu Metha Madonna, S.Sos.,M.I.Kom dan Mia Meilina, S.IP.,M.Comm, terhadap anak-anak dari keluarga pemulung di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Bantargebang beberapa waktu lalu menunjukkan intensitas komunikasi rendah berdampak kemampuan berbahasa rendah.
Survei yang dilakukan dengan populasi 50 anak sebagai responden menunjukan bahwa lebih dari separuh yaitu 26 anak (52 %) intensitas komunikasi dalam keluarganya rendah yang berkorelasi dengan rendahnya kemampuan berbahasa (menulis) pada 45 (90%) anak.
Guna mengukur relasi intensitas komunikasi dalam keluarga dengan kemampuan berbahasa, tim peneliti mengoperasionalisasikan variabel dalam bentuk penulisan cerita pendek (Cerpen). Selanjutnya hasil karyanya anak pemulung tersebut dikategorisasikan menyangkut perbendaharaan kosa kata, struktur kalimat hingga tema dan pesan yang termuat dalam cerpen.
Hasilnya sangat mengejutkan hanya 5 anak (10 %) yang mampu berbahasa dengan baik melalui menulis cerpen dengan baik dan terkonfirmasi intensitas berkomunikasi kelimanya dalam keluarga cukup baik. Sebaliknya kebanyakan anak-anak termarjinalkan tersebut tidak mampu menulis dengan baik yaitu 45 anak (90 %) dan terbukti intensitas komunikasinya dalam keluarganya rendah.
“Namun kemampuan berbahasa tidak semata ditentukan komunikasi dalam keluarga saja, faktor intensitas di lingkungan bermain, di sekolah cukup membantu meningkatkan kecerdasan linguistik anak,” jelas Metha, sapaan akrab Metha Madonna.
Discussion about this post