JAKARTA, KabarSDGs – Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) telah menetapkan kawasan perairan seluas 68.189,75 hektar di Kalimantan Timur sebagai perairan laut IKN.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) meneliti, di UU tersebut tidak memasukkan Teluk Balikpapan seluas 16.000 hektar sebagai perairan laut IKN sebagai kawasan perlindungan yang dikelola oleh masyarakat.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, Parid Ridwanuddin mengatakan, Teluk Balikpapan disebut-sebut sebagai pintu gerbang utama dan simpul penting dalam pembangunan IKN yang menyalurkan sumber daya dan manusia untuk perjalanan nasional dan internasional.
“Berdasarkan hal itu, UU No. 3 Tahun 2022 menyebutkan, untuk mendukung proyek IKN akan dibangun dua pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan Semayang yang terletak di Teluk Balikpapan dan Terminal Kariangau,” ujarnya dalam siaran tertulis pada Senin, (18/04/2022).
Ia menerangkan, Pelabuhan Semayang sebagai pelabuhan umum yang memiliki jalur pelayaran internasional serta melayani rute penumpang jarak jauh. Kemdian, Terminal Kariangau berada lebih jauh ke pedalaman di Teluk Balikpapan. Fungsinya sebagai pelabuhan kargo internasional.
Parid menjelaskan, rencana pembangunan dua pelabuhan skala besar tersebut akan semakin memperburuk daya dukung dan daya tampung bentang alam Teluk Balikpapan yang kini telah dibebani izin industri seluas 3.917 hektar.
“Dalam narasi pembangunan IKN, Teluk Balikpapan hanya ditempatkan sebagai pelengkap bahkan objek eksploitasi. Nasibnya tak jauh berbeda dengan Teluk Jakarta,” tegasnya.
Menurut Parid, tidak dimasukannya Teluk Balikpapan ke dalam perairan laut IKN sebagai kawasan tangkap nelayan dan kawasan konservasi yang dikelola oleh masyarakat, sebagaimana telah diusulkan oleh berbagai kelompok masyarakat, mengindikasikan adanya praktik perampasan ruang laut yang akan dilanggengkan oleh UU IKN.
Sebelumnya, Peraturan Daerah Provinsi Kalimatan Timur Tahun 2021 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2021-2041 (Perda Zonasi Kalimantan Timur) telah mengalokasikan Teluk Balikpapan sebagai zona pelabuhan.
Ia menambahkan, karena telah dialokasikan sebagai zona Pelabuhan dalam Perda Zonasi Kalimantan Timur, keluarga nelayan yang tinggal di 27 desa pesisir di sepanjang Teluk Balikpapan, dipaksa harus menangkap ikan lebih jauh ke Laut Jawa atau Selat Makasar.
“UU IKN didesain dengan sengaja tidak memberikan koreksi serius terhadap alokasi ruang laut di Teluk Balikpapan yang tidak memberikan ruang hidup bagi nelayan di Balikpapan dan Penajam Paser Utara,” ujar Parid.
Berdasarkan data BPS Kalimantan Timur (2020) terdapat 4.126 keluarga nelayan di Kabupaten Penajam Paser Utara dan 6.118 keluarga nelayan di Kota Balikpapan yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya ikan di Teluk Balikpapan.
“Sumber daya ikan di Teluk Balikpapan terbukti telah memberikan sumbangan yang nyata,” ungkapnya.
BPS Kalimantan Timur mencatat, produksi perikanan tangkap di Balikpapan sepanjnag tahun 2019–2020 sebanyak 9.791 ton. Nilai ekonomi perikanannya tercatat sebanyak Rp. 220.508.868.
Sementara itu, produksi perikanan tangkap di Penajem Paser Utara sepanjang tahun 2019–2020 sebanyak 12.916 ton. Nilai ekonomi perikanannya sebanyak Rp384.764.868.
Discussion about this post