Padang, Kabar SDGs – Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., menegaskan bahwa pengembangan layanan pengasuhan anak terintegrasi atau Integrated Child Care menjadi kunci untuk meningkatkan partisipasi kerja perempuan terdidik di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Muryanto dalam Simposium Nasional Kependudukan 2025 bertema “Membangun Penduduk Berkualitas, Keluarga Tangguh, dan Ekonomi Inklusif untuk Indonesia Maju” yang digelar di Auditorium Universitas Negeri Padang, Kamis (11/9/2025). Acara ini diinisiasi Konsorsium Perguruan Tinggi Peduli Kependudukan (PTPK) yang terdiri dari 14 perguruan tinggi negeri, di mana Muryanto juga menjabat sebagai sekretaris.
Muryanto memaparkan bahwa selama dua dekade terakhir tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan stagnan di kisaran 50–56 persen, jauh tertinggal dibanding laki-laki yang konsisten di atas 80 persen. Padahal, data BPS menunjukkan angka partisipasi sekolah perempuan usia 7–23 tahun lebih tinggi dari laki-laki. “Ada potensi besar yang belum termanfaatkan optimal karena keterbatasan dukungan pengasuhan,” ujarnya.
Menurutnya, rendahnya partisipasi kerja perempuan dipengaruhi berbagai faktor, mulai dari marriage & motherhood penalty, beban ganda pengasuhan, terbatasnya layanan PAUD formal, hingga norma sosial tradisional yang masih menempatkan pengasuhan anak pada ibu. Kondisi ini membuat rata-rata ibu menghabiskan 13,7 jam per hari untuk pekerjaan domestik, sementara waktu untuk pekerjaan berbayar hanya sekitar 2,5 jam.
Integrated Child Care, kata Muryanto, menjadi solusi yang menjembatani kebutuhan ibu bekerja sekaligus mendukung tumbuh kembang anak. Konsep ini sejalan dengan PAUD Holistik Terintegrasi (PAUD-HI) sesuai Perpres No. 60 Tahun 2013, meski implementasinya masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan layanan, kualitas pendidik yang beragam, hingga minimnya anggaran.
Ia merekomendasikan perluasan akses layanan hingga tingkat desa dan kelurahan, peningkatan anggaran publik untuk pengasuhan anak agar setara standar internasional, serta pemberian insentif pajak bagi perusahaan yang menyediakan fasilitas childcare. Kebijakan ketenagakerjaan juga dinilainya perlu lebih inklusif gender dengan memperkuat cuti melahirkan dan cuti ayah.
Lebih jauh, Muryanto menekankan pentingnya perubahan norma sosial melalui kampanye nasional tentang pengasuhan bersama, edukasi peran ayah, serta pendidikan kesetaraan gender dalam kurikulum. Perguruan tinggi, menurutnya, memiliki peran strategis dalam riset berbasis bukti, penyediaan tenaga profesional, pendirian pusat childcare di kampus, hingga advokasi kebijakan.
Simposium Nasional Kependudukan 2025 menghasilkan sejumlah rekomendasi penting terkait bonus demografi, isu perkawinan anak, perceraian, partisipasi kerja perempuan, hingga kebijakan asimetris pengendalian penduduk. Forum ini menegaskan kembali bahwa penduduk berkualitas, keluarga tangguh, dan ekonomi inklusif adalah fondasi menuju Indonesia Maju 2045.












Discussion about this post