JAKARTA, KabarSDGs- Lima buah piring kecil berbentuk daun berlukiskan gambar khas Jakarta. Ada ondel-ondel perempuan dan lelaki, perempuan berkebaya, lelaki berbaju pangsi, dan seorang lelaki berkumis dan kopiah bertuliskan “Betawi Punye Gaye”. Terdapat juga pajangan piring yang menggambarkan seorang lelaki meniup terompet dengan tulisan alat musik khas Betawi.
Lukisan di atas kaca bergambarkan khas Jakarta merupakan cenderamata buah karya Kreasi Saf. Pemilik Kreasi Saf, pasangan suami istri Iim dan Jimmy, mengaku sangat berterimakasih dengan Kota Jakarta karena pernah tinggal lama di sana sebelum akhirnya menetap di Sawangan, Depok, Jawa Barat. Bentuk terima kasih mereka ungkapkan dengan beragam lukisan khas Betawi yang ditorehkan di atas kaca.
“Hasilnya, kami sempat menerima pesanan sebanyak 200 piring dengan ciri khas Betawi dari Dinas Pariwisata DKI untuk cenderamata. Kami harus selesai dalam waktu satu bulan,” kata Iim.
Kreasi Iim sempat diminati pengusaha kosmetik sukses, Martha Tilaar. Pernah suatu ketika, Martha mengunjunginya di salah satu pameran di Jakarta. Dia lantas memesan toples lebaran yang dilukis dengan pernak-pernik Betawi.
“Tapi setelah itu saya hilang di telan bumi,” ujar Iim terkekeh. Dia pun menuturkan alasannya. Bagi Iim, mengerjakan kerajinan tangan selama ini tidak lebih dari sekadar hobi. Iim menuturkan, mulai ikut kursus menggambar di atas gelas pada 2010. Dari situlah ia mulai tertarik di bidang ini.
“Barulah di 2012 saya berani menerima pesanan,” ujarnya. Namun, fokus usaha Iim masih harus terbagi dengan profesinya sebagai guru. Di tahun 2014, Iim kembali fokus menggambar di atas kaca. Tak hanya gambar khas Jakarta, dia mulai menciptakan gambar ikon-ikon Depok seperti belimbing dan ikan. “Saya juga melukis Masjid Kubah Mas, sebagai salah satu ikon Kota Depok,” ujarnya.
Menurut Iim, proses membuat kerajinan melukis di atas kaca tidaklah sulit, hanya saja dibutuhkan rasa keinginan untuk menggambar di mana generasi saat ini sudah banyak yang tidak tertarik dengan hal seperti itu. “Saya pun memastikan, diri saya bukan pelukis kaca. Saya hanya bisa menggambar di atas kaca,” kata dia.
Proses pembuatan menggambar di atas kaca, kata Iim dimulai dengan mempersiapkan bahan-bahan. Menurut dia, media apapun bisa digunakan asal berbahan dasar kaca. “Botol bekas yang lucu dan unik bisa dimanfaatkan. Gelas berbentuk unik juga bisa,” kata dia. Hanya saja, untuk penggunaan cat, menurut dia, dipilih yang memang cat khusus kaca. “Bukan akrilik yang di kayu bisa di kaca bisa,” kata Iim.
Menggambar di atas kaca, lanjut Iim, tidak menggunakan pensil seperti ketika menggambar di kertas atau kanvas. Pembentukan garis-garis pada kaca menggunakan relief atau border yang dihasilkan dari tinta di dalam tube. Bentuknya lancip, ketika digambar maka keluar tintanya digunakan sebagai pembatas. “Disebut relief karena timbul. Sedangkan border diartikan pembatas warna-warna biar gak nyatu. Antara gambar ini terdapat guratan-guratan dan relief yang timbul.”
Menurut Iim, untuk memulai menggambar di atas kaca, maka proses pertama adalah menentukan pola, yaitu menentukan gambar apa yang hendak dibuat. “Kalau mau langsung atau kalau kita ingin terarah maka tentukan dulu polanya di kertas. Kertas apapun tapi sebaiknya yang agak kuat. Saya sendiri menggunakan kertas kalkir, daya tahan lebih lama daripada kertas biasa,” papar Iim.
Setelah gambar selesai, kertas tersebut ditempel dengan selotip di balik kacanya. Penempelan tersebut, kata Iim, memudahkan untuk menggambar di atas kaca karena sifatnya hanya mengikuti gambar. “Teknik tersebut disebut tracing.”
Terdapat cara kedua yaitu menggunakan karbonize. Di teknik ini, kata Iim, kertas karbon merupakan media perantara untuk menggambar. Kertas karbon, tambahnya, biasanya digunakan ketika media kaca tidaklah bening. “Bisa menggunakan kertas karbon hitam maupun merah, namun jika kacanya gelap bisa juga menggunakan kertas karbon putih,” ujarnya.
Setelah itu, lanjut dia, barulah kaca diberi relief didiamkan sebentar selama kurang lebih setengah jam, baru kemudian diwarnai. “Jika ada kesalahan saat menggambar, bisa menggunakan tiner untuk menghapusnya,” terang dia.
Proses akhir setelah dicat maka pengeringan. Iim sendiri mengaku hanya mendiamkan atau mengangin-anginkan saja karyanya. Namun, kata dia, jika hasilnya ingin lebih tahan lama maka bisa menggunaka oven. “Menggunakan temperatur sekitar 150 derajat,” kata dia.
Karena menggunakan cat yang kemungkinan menggunakan bahan kimia, kecuali toples, Iim menyarankan hasil karyanya cukup digunakan sebagai pajangan saja. “Takutnya beracun jika gelasnya digunakan untuk minum atau piringnya untuk makan, jadi fungsi karya saya ini memang untuk pajangan,” ujarnya.
Beberapa model yang dia buat yaitu menggunakan wadah piring, gelas, tempat lilin, botol bekas, vas bunga, dan toples. Saat ini, dia juga berencana membuat gambar di kaleng kerupuk yang berbahan dasar kaca semua. “Saat ini saya juga sedang membuat corak dengan ciri khas Sumatera Barat untuk digambar di toples kemasan eksklusif rendang milik teman,” katanya.
Iim mengaku paling besar mengerjakan gambar di sebuah vas bunga berukuran diameter sekitar 25-30 centimeter dengan tinggi sekitar 50-60 centimeter. “Saya buat karakter penari cokek/ronggeng, penari Betawi karena yang memesan adalah Dekranasda DKI Jakarta, sedangkan media paling kecil adalah tempat lilin,” kata dia. Harga yang dibanderol sebesar Rp 20 ribu hingga ratusan ribu rupiah.
Selain karena hobby, saat ini Iim hanya akan menggambar di atas kaca sesuai pesanan. Dirinya tidak memproduksi secara rutin karena minat konsumen yang minim. Dia pun memiliki usaha lain di bidang kuliner.
Perawatan
Perawatan cukup dibersihkan dengan kuas kering yang lembut. Jika cat sudah lama kering tidak masalah jika kena air, namun jika cat masih belum terlalu kering maka hindari air agar cat dikaca tidak rusak.
Discussion about this post