BANTUL, KabarSDGs – Para seniman, budayawan, dan para tokoh di kabupaten Bantul menghadiri acara silaturahmi budaya dan syawalan bertema ‘Dari Bantul Untuk Indonesia’ yang bertempat di Taman Bentang Mataram, Kedaton, Pleret, Bantul, DIY pada Minggu (21/05/2023).
Ketua Panitia, Sigit Sugito mengatakan, situs di Pleret ini adalah lokasi yang luar biasa. Ia menegaskan, tempat tersebut merupakan bagian dari sejarah NKRI, kontribusinya berasal dari wilayah Pleret yang mempunyai beberapa situs.
“Kerajaan Mataram berjaya dan runtuh di sini. Momen ini adalah ruang yang pas dalam konteks tentang kebudayaan nasional, ada situs, ada keinginan warga, dan ada komunitas yang membangun, ini luar biasa,” ujar Sigit dalam acara tersebut.
Ia menjelaskan, acara tersebut merupakan satu bentuk, di mana masyarakat masih rekat sinerginya.
“Acara ini bantingan (iuran) semua. Enggak ada yang dibayar, gak ada yang membayar. Semua berpartisipasi di sini,” tegas Sigit.
Ia menambahkan, semangatnya satu, kekuatan masyarakat adalah gotong royong dan sinergi antar jaringan. Tanpa itu, lanjutnya, pihaknya tidak bisa apa-apa.
“Semua elemen masyarakat punya kontribusi, tidak hanya seniman dan budayawan. Apalagi menghadapi tahun politik ini, ini pesan yang sejuk untuk Indonesia,” terang Sigit.
Menurutnya, dengan adanya acara tersebut, menandakan masyarakat masih akur, guyub, dan diharapkan tidak ada keributan. Khususnya di politik lokal yang juga mulai menghangat.
Kepala Dinas Kebudayaan Nugroho Eko Setyanto mengatakan, syawalan merupakan budaya Indonesia. Menurutnya, acara syawalan agar masyarakat lebih bersatu lagi.
“Keberagaman di indonesia adalah takdir dan modal bagi kita. Bagaimana kita menyikapi terkait keberagaman tersebut,” ujarnya saat sambutan dalam acara tersebut.
Eko menerangkan, keberagamaan di Indonesia disatukan oleh para pendiri bangsa. Warga Indonesia saat ini adalah penikmat persatuan yang sudah ada.
“Mari kita jaga, agar membangun bangsa lebih maju lagi. Seni adalah bagian dari budaya. UU kebudayaan, upaya untuk melestarikannya,” ungkapnya.
Eko menambahkan, saat ini masuk era globalisasi dan moderniasi. Ia mengharapkan, pengaruh luar tidak merusak apa yang sudah dimiliki.
“Apakah nilai budaya sudah kita sampaikan ke generasi kita? Itu PR kita bersama. Keluarga merupakan unit organisasi terkekcil terkait penanaman nilai budaya,” ucapnya.
Ia menerangkan, hal tersebut yang harus diperhatikan bersama. Menurutnya, dengan penanaman yang baik, maka generasi selanjutnya akan kuat dengan akar budaya.
Discussion about this post