BANTUL, KabarSDGs – Dalam memaknai Hari Lahir Pancasia 1 Juni 2022, Panitia Nasional Tribute WR Supratman melakukan ziarah Kebangsaan di dua makam di wilayah Imogiri, Bantul, DIY.
Pertama, Para Panitia Nasional Tribute WR Supratman beserta peserta menziarahi Pahlawan Nasional Sultan Agung di makam Raja-raja Pajimatan Imogiri, diteruskan ke makam Pahlawan Nasional Pencipta lagu Padamu Negri Kusbini serta makam pencipta lagu Satu Nusa Satu Bangsa Liberty Manik di Makam Seniman Girisapto Imogiri.
Koordinator Panitia Nasional Tribute WR Supraptman, Satriya Wibawa mengatakan, kegiatan tersebut diikuti oleh berbagai tokoh dan generasi muda yang sekaigus sebagai inisiator acara ini.
“Kegiatan ziarah kebangsaan tersebut diawali dari seangkain kegiatan antara lain, ziarah ke Makam WR Supraptman di Surabaya, melacak jejak di Makasar dan Jakarta tentu saja berbagai acara di Sumongari tempat ari-ari di Purworejo, dan akan diakhiri dengan memasang “Tetenger” WR Supraptman di Trap ke 7 Makam Seniman dan budayawan Girisapto,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya.
Satriya menerangakan, menjadi Indonesia bukan perkara mudah, sejarah telah mencatat tentang berbagai perjuangan yang telah dilakukan oleh putra-putri terbaik negeri. Berbagai peran dengan berbagai profesi maju bersama dengan semangat untuk menjadi negara yang “merdeka”. Kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1945, negara yang merdeka itu bernama Indonesia.
Sebagai negara baru, lanjutnya, perjuangan tidak begitu saja berhenti. Seluruh anak bangsa dengan penuh ketulusan melanjutkan perjuangan untuk mengisi kemerdekaan. Sebagaimana para pejuang pendahulu memperjuangkan kemerdekaan.
“Kesadaran untuk terlibat menjadi bagian yang memperjuangkan kemerdekaan tercatat dalam sejarah perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia. Tiga komponis terbaik, yakni Kusbini, L. Manik, dan WR. Supratman, dengan kepekaan rasa yang dalam berhasil mengubah syair lagu yang menunjukan kecintaannya terhadap tanah airnya yang sedang dijajah,” jelas Satriya.
Ia melanjutkan, Kusbini berhasil mengubah syair lagu yang diberi judul “Padamu Negri”. Dengan permenungan yang sungguh Kusbini berhasil memberi roh pada syair lagu tersebut, dengan ketulusan seorang komponis dalam mengubah lagu, syair lagu ” Padamu Negeri” mampu membangkitkan seluruh anak bangsa untuk mengabdi pada negerinya.
Selanjutnya, lagu “Satu Nusa Satu Bangsa”, gubahan L. Manik. Dengan lagu ” Satu Nusa Satu Bangsa” seluruh anak bangsa diingatkan kembali untuk selalu mencintai Indonesia, yang sudah menjadi takdirnya untuk sebagai bangsa yang terdiri dari berbagai adat dan tradisi yang melahirkan berbagai budaya yang didalamnya terdapat berbagai bahasa.
Menurut Satriya, dalam lagu “Satu Nusa Satu Bangsa” L. Manik berhasil meyakinkan walau kita terdiri dari berbagai suku dan bahasa, kita adalah satu yaitu Indonesia yang disatukan dalam satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia.
Sementara itu, Kordinator Lapangan kegiatan tersebut, Sigit Sugito menerangkan, WR. Supratman merupakan komponis pejuang kelahiran desa Pituruh, Purworejo, Jawa Tengah.
Menurutnya, mengubah lagu yang kelak menjadi lagu kebangsaan Negeri yang sangat dicintainya. Kesukaannya terhadap musik membawa WR. Supratman berhasil menciptakan lagu yang menjadi lagu kebangsaan.
Ia menjelaskan, lagu ‘Indonesia Raya’ Karya WR. Supratman pertama kali dikumandangkan pada saat konggres pemuda yang pertama (28 Oktober 1928), pada saat itu, dikarena pada masa penjajahan, lagu tersebut hanya diperdengarkan dengan gesekan biola oleh WR. Supratman.
“Penampilan WR. Supratman membawakan lagu ‘Indonesia Raya’ dengan gesekan biola di sela-sela konggres berhasil memukau peserta konggres. Barulah pada penutupan konggres lagu tersebut dinyanyikan dengan syairnya, akibat dalam syair lagu ‘Indonesia Raya’ terdapat kata ‘merdeka’, WR. Supratman sempat berurusan dengan pihak berwajib pada masa itu,” jelas Sigit.
Barangkali, lanjutnya, sudah menjadi takdir bagi WR. Supratman, tepat pada tanggal 17 Agustus WR. Supratman menghembuskan napas terakhirnya, tepat tanggal 17 Agustus 1945.
“Memberikan penghargaan kepada tiga komponis pejuang menjadi penting. Dalam falsafah Jawa dikenal dengan ‘mendem jero mikul duwur’, yang secara harafiah bisa diartikan dengan memuliakan. Sangatlah pantas untuk memuliakan ketiga komponis pejuang tersebut,” ungkap Sigit.
Discussion about this post