YOGYAKARTA, KabarSDGs – Kegiatan ‘Kebaya Menari’ di Kota Yogyakarta dihadiri oleh 200 perempuan. Acara tersebut diadakan di halaman Balaikota Yogyakarta pada Sabtu (14/05) sore.
Wakil Walikota Yogya, Heroe Poerwadi mengatakan, Perempuan Berkebaya Indonesia adalah gerakan dari kaum di Yogyakarta untuk selalu mengajak membiasakan mengenakan kebaya dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, kebaya penting selalu dimunculkan agar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Kami meyakini karakter keistimewaaan adalah karakter budaya Yogyakarta (Nusantara). Karakter budaya yang bisa dilihat adalah ageman atau pakaian,” ujarnya dalam sambutan acara tersebut.
Menurut Heroe, Pemkot juga punya program Gandes Luwes, yakni bagaimana membumikan karakter budaya Yogya selalu hidup. Kegiatan itu dimulai dari RT, RW dan kampung, sehingga mewarnai kehidupan sehari-hari.
“Kegiatan ini (Berkebaya Menari) adalah upaya bagaimana menguatkan karakter budaya Jawa yakni kebaya. Bukan hanya sebagai alat yang melekat pada diri kita, tetapi juga alat untuk menunjukkan identitas kita, dan sebagai alat untuk berekspresi diri kita,” ujarnya.
Ia melanjutkan, oleh sebab itu, Pemkot Yogyakarta sangat mendukung apa yang telah dilakukan oleh Perempuan Berkebaya Indonesia untuk terus menjadikan berkebaya bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Saya percaya dan yakin, kalau tidak dibatasi jumlahnya, Perempuan Berkebaya yang datang sore ini akan lebih banyak. Karena memang kita lebih hati-hati, maka kita membatasi jumlahnya,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Panitia ‘Kebaya Menari’, Tinuk Suhartini mengatakan, kegiatan ‘Kebaya Menari’ tersebut diadakan dikarenakan semangat dan kecintaan para perempuan Indonesia kepada kebaya sebagau busana nasional Indonesia.
“Event ini (Kebaya Menari) diselenggarakan oleh komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta yang berkolaborasi dengan Padepokan Seni Omah Cangkem. Event ini diikuti oleh 200 peserta, karena sesuai kuota yang sudah ditentukan pemerintah,” ujarnya.
Tinuk menerangkan, acara ‘Kebaya Menari’ ini diikuti berbagai usia, yang termuda adalah anak yang berusia 9 tahun, dan yang tertua adalah ibu-ibu berusia hampir 69 tahun.
Lagu yang mengiringi kegiatan ‘Berkebaya Menari’ berjudul Kucinta Indonesia merupakan ciptaan Pardiman Djoyonegoro pemilik Padepokan Seni Omah Cangkem. Sedangkan tariannya hasil ciptaan koreografer ternama Anter Asmorotejo.
“Kampanye yang dilakukan oleh komunitas Perempuan Berkebaya ada beragam. Menari adalah salah satu cara yang ditempuh,” terang perempuan yang juga pendiri Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia itu.
Tinuk menjelaskan, selain mengampanyekan kebaya, pihaknya pada acara itu juga mengajak para peserta memakai sanggul bersama-sama. Karena sanggul adalah bagian dari tata cara berkebaya.
Menurutnya, kebaya dan sanggul merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perempuan Indonesia. Kebaya dan tari adalah produk budaya Nusantara, yang satu berupa pakaian, yang satu lagi berupa gerak.
“Perempuan Berkebaya mengajak perempuan-perempuan Yogya, untuk mengaplikasikan keduanya secara bersama-sama. Semoga acara ini memberi kesan yang dalam kepada diri kita semuanya, baik yang terlibat maupun yang melihat,” jelas Tinuk.
Ia juga berharap, dengan adanya event ini, kebaya semakin dicintai oleh perempuan Indonesia dan terbiasa memakai kebaya dalam kehidupan sehari-hari.
Discussion about this post