TANGERANG, KabarSDGs – Merkuri diketahui merupakan zat berbahaya yang ditimbulkan akibat aktivitas manusia seperti pertambangan emas serta limbah industri. Saat ini, merkuri telah banyak mencemari lingkungan dan memiliki potensi untuk meracuni masyarakat secara global, sehingga berakibat pada gangguan kesehatan.
Pakta internasional bernama Minamata Convention, bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari zat merkuri. Kesepakatan tersebut diratifikasi melalui Undang-undang No. 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury, Pemerintah Indonesia kemudian mengupayakan Rencana Aksi Nasional dalam Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM) yang telah diatur dalam Peraturan Presiden No 12 Tahun 2019 Tentang RAN PPM.
Sorotan utama dari Konvensi Minamata tersebut adalah termasuk larangan tambang merkuri baru, penghentian tambang yang sudah ada, penghentian dan penurunan bertahap penggunaan merkuri di sejumlah produk dan proses, langkah-langkah pengendalian emisi ke udara dan pelepasan tanah dan air, dan regulasi sektor informal pertambangan emas rakyat dan skala kecil. Konvensi ini juga membahas penyimpanan sementara merkuri dan pembuangannya setelah menjadi limbah, tempat-tempat yang terkontaminasi merkuri serta masalah kesehatan.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya masih banyak tantangan serta hambatan yang ditemui dalam mengurangi limbah merkuri yang belum dapat diatasi secara maksimal, Untuk mengupayakan percepatan RAN PPM. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB) telah menggelar webinar EnviroTalk edisi ke empat dengan tajuk Indonesia Bebas Merkuri yang digelar secara daring pada (15/03).
Agus Sudaryanto periset BRIN mewakili Kepala PRLTB BRIN dalam sambutannya mengatakan, webinar ini diisi oleh narasumber dari berbagai macam stakeholders seperti Universitas Negeri Gorontalo, Pemerintah Kabupaten Buru serta Pusat Riset Teknologi, Pertambangan BRIN sehingga dapat dijadikan sebagai wahana diskusi yang konstruktif agar dapat dihasilkan ide untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan.
“Selain itu webinar ini juga diharapkan dapat menambah ilmu serta pemahaman kita terhadap pentingnya program Indonesia Bebas Merkuri,” jelas Agus.
Agus menambahkan, jika saat ini penggunaan terbesar merkuri disumbangkan oleh penambangan emas skala kecil yaitu sebesar 70 persen, sehingga pemerintah memiliki tantangan untuk menghapuskan penggunaan merkuri secara tuntas. Menurutnya, dalam hal ini, riset dan inovasi memiliki peran yang sangat vital.
“Dengan adanya riset dan inovasi diharapkan dapat ditemukannya bahan pengganti merkuri serta peralatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi cemaran merkuri dalam aktifitas manusia seperti penambangan emas skala kecil,” pungkas Agus.
Discussion about this post