JAKARTA, KabarSDGs – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Penginderaan Jauh, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa melakukan perpanjangan Perjanjian Lisensi Paten dengan PT. Media Rekayasa Lintas (PT. Marlin) di Kampus BRIN Gd. B.J. Habibie Jln. MH. Thamrin Jakarta, pada Jumat (25/11).
Pemanfatan inovasi oleh PT. MARLIN tersebut, telah dilakukan melalui perjanjian Lisensi antara LAPAN dengan PT. Marlin yang berakhir pada 14 November 2022. Kemudian perjanijian lisensi diperpanjang, dan berlaku untuk periode lima tahun ke depan, yaitu 2022-2027.
Sekretaris Deputi Bidang Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN, Lindawati Wardhani mengatakan, inovasi Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), merupakan satu inovasi yang dihasilkan oleh Pusat Riset Penginderaan Jauh, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa, BRIN.
“Alat ini untuk memberikan kepastian lokasi penangkapan ikan kepada nelayan, berbasis data satelit penginderaan jauh. Inovasi ini, membantu nelayan dalam menentukan lokasi penangkapan ikan. Di samping itu, dapat menunjukan kondisi cuaca, tinggi gelombang, kecepatan angin, arah angin, dan jarak kapal ke posisi ikan,” terangnya dalam siaran tertulisnya.
Lindawati menjelaskan, dengan menggunakan NN Marlin, maka nelayan dapat mempersingkat waktu saat menangkap ikan, sehingga produktivitas nelayan akan meningkat.
”Aplikasi ini, dilengkapi dengan fitur keselamatan, yang dapat digunakan nelayan saat kondisi darurat, dan menunjukkan posisi kapal,” imbuhnya.
Sementara itu, Peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh BRIN Teguh Prayogo menjelaskan, Inovasi tersebut didasarkan pada metode penentuan ZPPI secara otomatis, dengan menggunakan data penginderaan jauh. Dikemas dalam software ZAP (ZPPI Auto Processing) versi 2.0, berbasis desktop.
“ZAP 2.0, secara otomatis mengolah dan mengirimkan informasi ZPPI ke pengguna, sekitar 1-2 jam dari waktu lintasan satelit. Cakupan wilayahnya, meliputi seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia yang terbagi dalam 24 Project Area,” jelasnya.
Ia menerangkan, ZAP 2.0 menggunakan data Suhu Permukaan Laut (SPL) dari satelit Terra-MODIS, Aqua-MODIS, dan SNPP VIIRS, sebagai data masukan. Metode yang digunakan, yaitu metode Single Image Edge Detection (SIED), dengan nilai ambang batas lebih besar sama dengan 0,5 °C.
“Informasi ZPPI bersifat near real time, dengan frekuensi 2-6 kali dalam sehari sesuai lintasan satelit. Selanjutnya, dikirimkan ke pengguna sesuai daerah operasi penangkapannya, melalui email atau FTP,” ungkap Teguh.
Ia menerangkan, aplikasi tersebut tidak terbuka untuk umum, karena memiliki fungsi pengaturan dan pengendalian, serta menghindari konflik di lokasi penangkapan ikan.
”Implementasi inovasi, telah dimanfaatakan di berbagai daerah di Indonesia, seperti Indramayu, Gorontalo, Demak, Mamuju, dll. Cara penggunaannya, meliputi kegiatan bimtek pengoperasian alat bantu GPS, dan Fishfinder yang ditujukan untuk nelayan, Dinas Perikanan dan Kelautan, serta ujicoba ke lokasi ZPPI,” terang Teguh.
Menurutnya, berdasarkan respon balik atau feedback dari pengguna, efektifitas pemanfaatan inovasi sangat membantu penentuan lokasi. Selain itu, efisiensi operasi penangkapan ikan saat melaut, menjadi lebih singkat.
“Hasil tangkapannya diperoleh dalam 1 minggu, sebelumnya diperlukan waktu sampai 2 minggu. Peningkatan hasil tangkapan, serta memudahkan pemantauan illegal fishing,” pungkas Teguh.
Discussion about this post