JAKARTA, KabarSDGs – BRIN turut hadir dalam kegiatan Asia-Pacific Forum on Sustainable Development 2023 (Forum Pembangunan Berkelanjutan Asia-Pasifik tahun 2023) yang diselenggarakan pada 27-30 Maret, di Bangkok, Thailand. Hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN (OR PA) Robertus Heru Triharjantom.
Heru menyebutkan, kegiatan tersebut salah satunya menjadi momen penegasan kembali komitmen untuk saling bersinergi mencapai pembangunan berkelanjutan pada tiap-tiap negara anggota. Diketahui, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berperan aktif dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Terutama untuk menilik kembali progress implementasi dari Fase 2 dari Rencana Aksi pemanfaatan teknologi antariksa untuk pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati. Lewat kegiatan ini saya berharap para peserta dapat menghasilkan Inovasi dan program bersama yang relevan dengan permasalahan di negara masing-masing,” ujar Heru dalam siaran tertulis BRIN.
Ia menerangkan, rencana Aksi Pemanfaatan Antariksa untuk Pembangunan Berkelanjutan sendiri memiliki rentang waktu pelaksanaan mulai dari tahun 2018 hingga 2030. Rencana aksi ini terdiri dari 188 tindakan untuk 37 target dari 14 poin pembangunan berkelanjutan dan Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030. Rencana aksi ini kemudian dibagi kedalam tiga fase yaitu fase 1 tahun 2018-2022, fase 2 tahun 2022-2026, dan fase 3 tahun 2026-2030.
Menurutnya, untuk memberikan pemahaman yang sama kepada semua pemangku kepentingan tentang setiap indikator untuk persiapan perencanaan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi, serta pelaporan pembangunan berkelanjutan, Indonesia telah membuat metadata indikator yang terdiri dari empat pilar, yaitu pembangunan social, pembangunan lingkungan, pembangunan ekonomi, dan pembangunan hukum dan tata kelola.
Selain itu, Heru juga memaparkan mengenai progres Indonesia dalam pengembangan platform operasional berbasis situs untuk memetakan kawasan kumuh di daerah Kota Bandung, Jawa Barat dan Kota Makasar, Sulawesi Selatan yang berlangsung mulai dari Oktober 2022 hingga Desember 2023.
“Platform tersebut dibangun dengan dukungan ESCAP, dan ditujukan untuk mengidentifikasi daerah kumuh dari data satelit penginderaan jauh dan data pemerintah daerah, dengan menggunakan metoda machine learning yang kemudian disajikan dalam bentuk peta informatif. Informasi ini kemudian digunakan untuk mendukung poin 11 Pembangunan Berkelanjutan yaitu Kota dan Komunitas Berkelanjutan, khususnya target 11.1,” terang Heru.
Ia melanjutkan, target 11.1 bertujuan untuk menjamin akses bagi semua terhadap perumahan yang layak, aman, terjangkau, dan pelayanan dasar, serta menata kawasan kumuh pada tahun 2030. Selain itu data ini juga digunakan untuk memperkirakan jumlah calon penerima bantuan sosial pemerintah, lanjutnya.
Heru menjelaskan, melalui target ini akan didapatkan beberapa hasil yaitu model klasifikasi untuk identifikasi kawasan kumuh dan estimasi jumlah calon penerima bansos. Dari hal tersebut akan terbentuk platform model operasional berbasis machine learning untuk identifikasi area kumuh secara otomatis.
“Dari platform tersebut akan menghasilkan panduan yang spesifik untuk penilaian dan pemantauan pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan best practice bagi negara-negara di Asia Pasifik,” imbuh Heru.
Selanjutnya, Heru juga memaparkan terkait perkembangan proyek yang sedang dijalani tersebut. Hasil awal dari pedoman penilaian dan pemantauan pembangunan berkelanjutan tingkat lokal untuk sektor tertentu tersebut bertujuan untuk menguraikan metode yang digunakan dalam mengubah data spasial-temporal dan geostatistik terintegrasi menjadi informasi terkait SDG dan mendukung perencanaan terkait SDG 11.
Untuk mencapai hal tersebut, disarankan untuk memisahkan survei lokasi dan data lain yang sudah tersedia, seperti data populasi dan bangunan, untuk diambil sampelnya dijadikan parameter data seperti kepadatan populasi, distribusi populasi, kepadatan bangunan, distribusi bangunan, jenis bangunan, aksesibilitas, dll. Selanjutnya untuk menganalisis karakteristik daerah percontohan dan tujuan yang dipilih.
“Tujuan atau indikator dapat diadopsi setelah dipertimbangkan aspek kemampuan adaptasi, pengukuran, dan cakupannya,” pungkas Heru.
Discussion about this post