JAKARTA, KabarSDGs – Pada acara pembukaan GIIAS 2018, Presiden Jokowi sempat curcol, bahwa beliau begitu menyayangi industri
otomotif Indonesia sebagai penyumbang 2,8% PDB.
Sebagai bentuk kasih sayang beliau, maka beliau pun dengan senang hati melakukan saja rengekan industry otomotif, melalui Menteri Perindustrian yang memohon Presiden Jokowi
melobby PM Vietnam Nguyễn Xuân Phúc agar Vietnam membuka kembali kran impor kendaraan bermotor dari Indonesia saat memasuki 2017.
Maka ketika ada perhelatan the 32nd ASEAN Summit di Singapura tanggal 25 to 28 April 2018, Presiden Jokowi menyampaikan pesan tersebut yang kemudian direspon oleh PM Vietnam.
“Tidak ada maksud menghambat apalagi menghalang-halangi produk otomotif dari Indonesia, Yang Mulai Presiden. Sepanjang produk otomotif dari Indonesia memenuhi standard persyaratan impor kami, tentu kami terima dengan senang hati,” ujar PM Vietnam, saat itu.
Namun faktanya produk otomotif Indonesia memang tidak memenuhi standard untuk diekspor ke Vietnam mengingat sejak 2017 Vietnam menetapkan standard baru yaitu standard Euor 4/IV, sementara produk otomotif Indonesia masih berstandard Euro 2/II.
Kemudian kalo kita tarik ke era awal reformasi, kita juga sempat kehilangan pangsa pasar otomotif di Asia Tenggara setelah Thailand menerapkan Euro 2/II standard pada 2001. Sementara Indonesia baru adopsi Euro 2/II standard pada 2005.
Sontak, Indonesia yang seumur-umur sebagai market leader otomotif di Asia Tenggara digeser oleh Thailand, kemudian kita hanya menjadi follower hingga sekarang. Padahal Indonesia adalah biggest automotive market di Asia Tenggara.
Demikian halnya sekitar 2012/2014, produk otomotive varian SUV kita gagal diekspor ke Timur Tengah, mengingat negara-negara Timur Tengah telah menerapkan Vehicular Carbon Standard di mana varian SUV dipatok emisi Karbonnya 200 grCO2/km. Sementara emisi produk SUV kita masih 253 grCO2/km.
Nah, saat ini kita juga tidak bisa menjual produk otomotif kita yang ber-standard Euro 4/IV ke Vietnam, mengingat Vietnam telah menetapkan standard baru yaitu Euro 5/V standard pada 2022 ini.
Gambaran ini menunjukkan bahwa memproduksi kendaraan beremisi rendah adalah keniscayaan. Hal ini seiring dengan kebutuhan akan teknologi rendah emisi yang menjadi tuntutan untuk mengurangi pencemaran udara dan memitigasi emisi gas rumah kaca (GRK).
Pengurangan pencemaran udara menjadi urgent terutama untuk kawasan perkotaan yang padat dengan lalu lintas kendaraan bermotor yang memiliki intensitas emisi pencemaran udara tinggi.
Berbagai kota di dunia, termasuk Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia memiliki masalah pencemaran udara yang relative parah. Jakarta misalnya, intensitas pencemaran udara dalam kategori tidak sehat selama 1 dekade ini dengan parameter dominan PM10, PM2.5, O3 dan SO2.
Rata-rata tahunan konsetrasi PM2.5 mencapai 46,1 µg/m3, jauh dari Baku Mutu Udara Ambient 15 µg/m3. Sehingga menyebabkan sakit atau penyakit seperti ISPA, asma, pneumonia, broncho-pneumonia, PPOK, jantung coroner, kanker, hipertensi, gagal ginjal, penurunan daya intelektual anak-anak dan mengharuskan warga Jakarta membayar biaya Kesehatan yang mencapai Rp 51,2 T/tahun (2016).
Terkait dengan kepentingan memitigasi emisi GRK, adalah kepentingan global untuk mengatasi krisis ikim akibat pemanasan global (global warming) sebagai akumulasi proses semenjak Revolusi Industri pada pertengahan 1800-an.
Sehingga terjadi bencana terkait krisis iklim seperti badai, banjir, tanah longsor, peningkatan permukaan air laut, kekeringan, gagal panen, meluasnya kawasanendemic penyakit tertentu seperti malaria, dll.
Selain itu, Paris Agreement yang merupakan hasil kesepatan negara-negara pada the 21st Conference of the Parties (COP ke 21) pada the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi Kerangka Kerja PBB Untuk Perubahan Iklim; menetapkan untuk melakukan langkah ambisius secara global untuk memitigasi emisi GRK dengan tujuan agar kanaikan temperature global tidak lebih dari 1,50C pada 2100. Tentu tujuan akhirnya adalah untuk mencegah berlanjutnya krisis iklim.
Dalam kerangka pengurangan intensitas pencemaran udara dan mitigasi emisi GRK ini, maka banyak negara menerapkan standard emisi kendaraan bermotor secara lebih ketat.
Terkait issue pencemaran udara berbagai negara memperketat standard emisi pencemaran udara dengan mengadopsi Euro Standard yang lebih ketat.
Jika sebelumnya mereka mengadopsi standard Euro 2/II misalnnya, maka mereka memperketat menjadi Euro 3/III, Euro 4/IV dan bahkan negara-negara maju memperketat dengan Euro 6/VI standard.
Thailand mulai mengadopsi Euro 4/IV standard pada 2012, Singapura mengadopsi Euro 5/V standard pada 2014, Vietnam mengadopsi Euro 4/IV standard pada 2017 yang kemudian memperketatnya menjadi Euro 5/V pada 2022.
Indonesia sendiri baru adopsi Euro 4/IV
untuk kendaraan bensin Oktober 2018 dan kendaraan diesel pada April 2022. Sementara terkait issue mitigasi emisi GRK banyak negara menerapkan Standard Karbon Kendaraan (Vehicular Carbon Standard) secara lebih ketat.
Indonesia sendiri telah menerbitkan Perpres No 22 /2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional yag antara lain mengamanatkan penerapan Fuel Economy Standard mulai 2020.
Fuel Economy Standard adalah nomenklatur lain untuk Standard Karbon Kendaraan, jika Fuel Economy Standard menyebutkannya dengan L/Km (per liter BBM dapat digunakan untuk menempuh jarak sejauh berapa Km), maka Standard Karbon Kendaraan menyebutkannya dengan grCO2/Km (berapa gram emisi Karbon setiap kendaraan berjalan sejauh 1 Km).
Sekalipun istilah ini berbeda namun ibarat sekeping koin, dilihat dari sisi kanan adalah Fuel Economy Standard sementara kalau dilihat dari sisi kiri adalah Standard Karbon Kendaraan.
Senyampang dengan upaya penurunan emisi untuk mengendalikan pencemaran udara dan memitigasi GRK, banyak negara juga memanfaatkannya untuk menciptakan hambatan perdagangan internasional (new int’l trade barrier), dengan modus menghambat masuknya produk import dengan tujuan melindungi produk domestic dan atau produk asing namun punya afiliasi dengan kepentingan domestic.
Contoh yang dilakukan oleh Vietnam dan Thailand di atas menunjukkan bahwa Pemerintah kedua negara tersebut sungguh cerdik, memainkan tombak bermata dua: memitigasi emisi sekaligus memenangkan perang dagang.
Manfaat Ekonomi Standard Karbon Kendaraan
Standard tersebut dirumuskan dalam periode tertentu dan diperketat pada periode berikutnya hingga tahun 2030, sesuai timeline NDC (National Determine Contribution) yang menjadi komitmen Indonesia pada Paris Agreement (telah diratifikasi melalui UU No 16/2016).
Dengan roadmap sepeda motor, kendaraan penumpang ringan (light duty vehicle, LDV), dan kendaraan berat(heavy duty vehicle, HDV) masing-masing 85.43 grCO2/km, 132.89 grCO2/km dan 1,552.94 grCO2/km pada 2020,
kemudian diperketat untuk sepeda motor, kendaraan penumpang ringan dan kendaraan berat masing-masing menjadi 51.99 grCO2/km, 80.87 grCO2/km, 945.05 grCO2/km pada 2025, maka terdapat potensi untuk mengurangi 280 juta tonCO2e (59%) dari 470 juta tonCO2e emisi transportasi jalan raya BAU pada tahun 2030 (baseline sebesar 105 juta ton CO2e pada 2010).
Dengan penerapan roadmap ini, Indonesia akan memanen manfaat ekonomi sebesar USD 341,00 miliar yang meliputi efisiensi bahan bakar, peningkatan kesehatan dan peningkatan produktivitas masyarakat.
Dalam konteks efisiensi bahan bakar, dapat menghemat hingga 59,86 juta KL/tahun bensin, dan 56,00 juta KL/tahun solar yang setara Rp 677 T/tahun pada tahun 20301.
Epilog. Pilihan ada di tangan pemerintah, mau memperketat standard emisi kendaraan dan memainkannya sebagai tombak bermata dua: pengendalian emisi dan merebut pangsa pasar otomotif di Asia Tenggara.
Atau kita hendak melanggengkan kenaifan kita dalam diplomasi iklim dan pengendalian emisi; hadir di berbagai konvensi dan konstelasi pengendalian krisis iklim namun tidak membawa bekal low emission products and services karya anak bangsa yang dapat dijajakan di pasar global; justru pulang membawa oleh-oleh products/services dari negara lain untuk dipaksakan dibeli oleh rakyat dengan dalih low emission and energy efficiency.
Discussion about this post