JAKARTA, KabarSDGs – Indonesia sudah memiliki regulasi memadai terkait perlindungan dan memastikan kesetaraan gender bagi perempuan, khususnya pekerja perempuan. Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah menyebutkan, perjuangan kesetaraan gender di Indonesia dimulai sejak 1979, melalui konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi.
Menurut Ida, Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut pada 1984, dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
“Negara hadir memberikan keadilan dan kesetaraan gender dimulai dari pengaturan di konstitusi. Dalam Pasal 27 UUD 1945 menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak. Dari sini saya melihat bagaimana komitmen negara terhadap perempuan untuk memiliki kesetaraan dengan laki-laki,” ujar Ida dalam diskusi daring bertema “Perempuan Berdaya, Bangsa Berjaya”, Senin (11/4).
Ida melanjutkan, pemerintah pun menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. “Memang bentuknya masih berupa Inpres. Meskipun beberapa kali kami sudah mencoba, saya sendiri sudah menginisiasi juga undang-undang tentang keadilan dan kesetaraan gender,” tuturnya.
Dalam upaya pengarusutamaan gender di sektor ketenagakerjaan, Indonesia mengacu Konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Sama bagi Buruh Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang sama pada 1951. Kebijakan tersebut pun diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 80 tahun 1957.
Pemerintah juga meratifikasi Konvensi ILO Nomor 111 Tahun 1999 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan. Penerapan kebijakan ini didukung UU No.21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No.111 Concerning Discrimination in Respect of Employement and Occupation.
“Dari sini kita bisa melihat sebenarnya regulasi, mulai dari konstitusi kita sampai dengan Convention ILO yang sudah diratifikasi menunjukkan negara hadir memberikan perlindungan dan pencegahan terhadap segala bentuk diskriminasi pada perempuan, termasuk diskriminasi di tempat kerja,” kata Ida.
Isu kesetaraan gender dan peluang kepemimpinan bagi perempuan menjadi salah satu pembahasan dalam G20 Empower dan Women 20. Pertemuan kedua G20 Empower digelar di Yogyakarta pada 21-22 April. Pertemuan pertama berlangsung di 29 Maret, dengan pembahasan isu menciptakan lingkungan kerja aman bagi perempuan.
Menurut Ida, pemerintah memiliki tiga kebijakan untuk melindungi kesetaraan gender bagi pekerja perempuan. Kebijakan ini bersifat protektif, korektif, dan nondiskriminatif.
Kebijakan protektif memberi perlindungan kepada pekerja perempuan terkait fungsi reproduksi. “Seperti istirahat haid, istirahat satu setengah bulan sebelum melahirkan dan satu setengah bulan sesudah melahirkan, istirahat gugur kandungan, kesempatan menyusui, dan larangan mempekerjakan perempuan yang hamil pada shift malam,” ujar Ida.
Kebijakan korektif melarang perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja perempuan karena menikah, hamil, atau melahirkan. Selain itu, perusahaan wajib memberi perlindungan kepada pekerja perempuan di luar negeri.
“Kebijakan non-diskriminatif berupa perlindungan bagi pekerja perempuan terhadap praktik diskriminasi dan ketidakadilan gender di tempat kerja,” kata Ida.
Discussion about this post