PARIAMAN, KabarSDGs — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr. (HC) Doni Monardo hadir di Pantai Kata, Desa Taluk, Kota Pariaman, Sumatera Barat, saat senja tiba sebelum berbuka puasa pada Rabu (14/4). Kehadirannya itu tentu bukan untuk sekadar ngabuburit sembari menikmati pesona terbenamnya matahari di Samudera Hindia.
Doni secara khusus datang ke wilayah pesisir ‘Bumi Minangkabau’ itu tak lain untuk memastikan bibit pohon ketapang benar-benar terawat dan tumbuh subur setelah ditanam bersama Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin pada 6 April 2021 lalu.
Memang saat penanaman itu, Doni berhalangan hadir dan diwakilkan oleh Plt. Sekretaris Utama BNPB. Sebab, pada waktu yang sama, dia harus memimpin upaya penanganan darurat banjir bandang dan longsor yang menimpa wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur pada 4 April 2021.
“Biasanya ada program menanam pohon setelah itu selesai. Jadi tidak diikuti dengan perawatan. Padahal yang diinginkan itu bukan hanya menanamnya, tetapi dilanjutkan dengan perawatan,” kata Doni.
Ditemani Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah dan Wali Kota Pariaman Genius Umar, Doni menjumpai tanaman setinggi kurang lebih 2,5 meter itu di pelataran Pantai Kata, tempat wisata kebanggaan ‘Orang Pariaman’ selain Pantai Gondoriah.
Setibanya di sana, senyum Doni merekah. Matanya tak henti mengamati detil-demi-detil bagian-bagian tanaman itu mulai dari daun, batang dan ranting. Dia merasa senang karena masih melihat daun-daun masih lengkap dan hampir tidak ada yang layu. Artinya, itu tanda bahwa tanaman itu memiliki peluang hidup 80 hingga 90 persen.
“Jadi kalau setelah satu minggu pohon ini masih ada daunnya dan belum rontok, itu menunjukkan pohon itu berpeluang untuk hidup lebih dari 80-90 persen,” jelas Doni.
“Kalau melihat ini prosentase hidupnya akan lebih tinggi,” ucapnya.
Di sela-sela peninjauan itu, Doni juga mengambil kesempatan untuk memupuk serta menyiram bibit ketapang agar peluang tumbuh dan berkembangnya lebih besar lagi. Doni lantas berpesan kepada Kepala Desa Taluk, Ismet Zuhri agar pihaknya juga dapat membantu menjaga dan merawat tanaman bernama latin Terminalia Cappata itu.
“Titip ini ya, Pak,” ujar Doni.
Pada kesempatan itu pula, Doni juga menjelaskan keberadaan ketapang dan jenis pohon lain yang ditanam sangat penting. Sebab, selain sebagai peneduh, kelak pohon jenis pesisir pantai itu mampu menjadi benteng alami yang dapat mereduksi potensi ancaman bencana gempabumi dan tsunami.
Sebagaimana yang juga pernah dijelaskan sebelumnya, wilayah pesisir barat Sumatera Barat terdapat pertemuan subduksi lempeng Indo-Australia atau tepatnya di bagian selatan Kepulauan Mentawai.
Adapun menurut beberapa pakar dan ahli, apabila kemudian terjadi pelepasan energi, maka hal itu mampu memicu gempabumi dan tsunami yang dapat berdampak bagi kehidupan penduduk di wilayah pesisir.
“Wilayah Sumatera Barat pesisir pantainya itu punya risiko bencana (gempa dan tsunami) yang tinggi. Adanya pertemuan subduksi Indo-Australia di bagian selatan dari Kepulauan Mentawai. Kalau ini bergerak dan lepas energinya, maka dampaknya langsung kepada penduduk yang ada di pesisir, bukan hanya di Kota Padang, tetapi di wilayah barat Pulau Sumatera,” jelasnya.
Menurutnya, dalam memitigasi adanya bencana seperti gempa dan tsunami tidak bisa hanya mengandalkan instrumen infrastruktur buatan manusia saja. Harus diimbangi dengan kombinasi alam.
Dia kemudian mencontohkan apa yang menjadi cerita kelam bagi masyarakat di Sendai, Jepang saat menghadapi tsunami pada 2011 silam. Pembangunan proyek penahan gelombang tsunami buatan Jepang sekalipun nyatanya tak mampu meredam amukan air laut yang naik ke daratan. Bahkan, korban justru lebih banyak.
“Oleh karenanya, mitigasi untuk menghadapi ini semua harus dengan kombinasi untuk meningkatkan mitigasi berbasis vegetasi dan mitigasi berbasis infrastruktur,” katanya.
Selain kombinasi mitigasi berbasis vegetasi dan infrastruktur itu, hal lain yang juga harus ditingkatkan adalah adanya kesiapsiagaan dari masyarakatnya. Dalam hal ini kesadaran masyarakat terhadap tanda-tanda alam harus dikuatkan, sehingga bencana dapat diminimalisir dampak jatuhnya korban maupun harta benda,
“Ini adalah solusi terbaik disamping juga kesiapsiagaan masyarakat, apabila ada gempa dengan durasi sekitar 20 detik, keras, maka tidak perlu harus menunggu alarm atau pemberitahuan dari pemerintah,” ujarnya.
Discussion about this post