BEKASI, KabarSDGs — Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mendorong pengembangan riset dan inovasi terkait pembangunan rendah karbon adalah ekonomi sirkular.
“Sebagai seorang ekonom, kebanyakan akan selalu berpegangan kepada fungsi produksi. Begitu output didapat itu menjadi hasil akhir tanpa memperhatikan input ke output (proses produksi) pasti menghasilkan limbah yang tidak berguna dan hal tersebut tidak dihitung sebagai residu yang sebenarnya bisa dihitung sebagai input yang produktif,” jelas Menristek/BRIN dalam siaran pers yang diperoleh KabarSDGs, Kamis (4/3/2021).
Menurut dia, di sinilah ekonomi sirkular penting diperkenalkan, di mana dari ekonomi linier (buat, gunakan, buang) menjadi sirkuler ( restoratif dan regeneratif), sehingga limbah yang muncul harus bisa diolah kembali.
“Jadi limbah yang tadinya menjadi residu, harus kita kembalikan menjadi input untuk kemudian diolah lagi menjadi output,” jelas Bambang.
PT Bio Konversi Indonesia (PT BKI) sendiri merupakan produsen pupuk organik hayati cair dengan merk dagang “Biokonversi” yang telah mengolah 150 ton sampah setiap harinya dan telah menyerap 150 tenaga kerja lokal. Formula dan teknologi produksi pupuk organik hayati cair PT BKI merupakan hasil riset dan pengembangan dari anak bangsa yang peduli akan kesejahteraan petani, masalah sampah di perkotaan dan kelestarian lingkungan. Melalui inovasi ini sampah organik perkotaan diubah menjadi pupuk organik ramah lingkungan dalam skala ekonomi yang cukup besar.
“Kita mendukung inovasi ini karena bagi saya ini adalah inovasi ekonomi sirkular, yang melahirkan alternatif kebutuhan pupuk di Indonesia, kita adalah negara yang perlu mengoptimalkan sektor pertaniannya. Di sisi lain berbicara konteks yang lebih besar yaitu harga, yang memungkinkan untuk mengurangi subsidi pupuk selama ini, meskipun harga berkurang bukan berarti kualitas juga berkurang jadi harus sama bahkan lebih baik,” ujar Menteri Bambang.
Teknologi produksi pupuk Biokonversi telah dipatenkan pada Ditjen HAKI Kementerian KUMHAM RI, dan telah mendapat pengakuan mutu baik dari lembaga sertifikasi organik lokal (LESOS), maupun internasional yaitu Control Union di Belanda. Pupuk organik hayati cair Biokonversi telah digunakan di lebih 23 provinsi di Indonesia, dan telah diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman.
Menurut Bambang inovasi ini dapat menjadi dukungan akan salah satu program Prioritas Riset Nasional (PRN) Kemenristek/BRIN yaitu Ketahanan Pangan. Penggunaan pupuk hayati yang ternyata berperan besar untuk menghasilkan tanaman yang subur dan sumber makanan bergizi, yang nantinya diharapkan dapat berkontribusi menanggulangi masalah stunting atau kekurangan asupan gizi.
Energi Listrik dari Sampah
Dalam kesempatan itu, Menristek/Kepala BRIN juga meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih di Bantar Gebang yang merupkan pilot project hasil kerjasama Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak MoU pada tahun 2017. Menteri Bambang mengatakan hadirnya PLTSa Merah Putih diharapkan dapat memecah permasalahan pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, yang merupakan tempat pembuangan akhir untuk DKI Jakarta dan Kota Bekasi.
“Kami sangat mengapresiasi upaya Pemprov DKI Jakarta yang telah melakukan kerja sama dengan BPPT dalam menanggulangi tumpukan sampah yang ada di Bantar Gebang ini. Hal ini sesuai dengan konsep kita dalam mengatasi dan mitigasi perubahan iklim,” kata Bambang.
Dia menambahkan, pengolahan sampah menjadi energi listrik bisa dikategorikan sebagai ekonomi sirkular, yaitu proses produksi yang tidak pernah berhenti dan berupaya menghasilkan zero waste. Dimana dulu sampah hanya menjadi sampah saja atau waste to waste, maka sekarang juga dapat menjadi energi atau waste to energy.
Menteri Bambang menilai keberadaan PLTSa di Bantar Gebang contoh baik dari sinergi triple helix antara pemerintah, akademisi, dan industri dalam menghasilkan inovasi untuk menjawab masalah bangsa. Ke depan Kemenristek/BRIN dan BPPT berusaha untuk dapat membuat lebih banyak PLTSa di berbagai daerah di Indonesia untuk mengurangi masalah sampah yang ada. Menteri Bambang berharap semua pihak dapat bekerja sama untuk menanggulangi permasalahan sampah ini.
Cara kerja PLTSa adalah dengan membawa panas pada gas buang hasil pembakaran sampah yang kemudian digunakan untuk mengonversi air dalam boiler menjadi steam. Steam yang dihasilkan digunakan untuk memutar turbin yang selanjutnya akan menghasilkan energi listrik. Sebagian besar peralatan yang digunakan merupakan produksi dalam negeri.
Discussion about this post