JAKARTA, KabarSDGs — Masyarakat diminta tidak memandang vaksin sebagai solusi mutlak mengatasi pandemi. Meskipun vaksin dapat menyelamatkan nyawa, namun perubahan perilaku harus menjadi fondasi utama menghentikan penularan virus Covid-19 di Indonesia.
“Semua pihak waspada karena berdasarkan analisa terakhir dari World Health Organization (WHO) menyebutkan adanya kenaikan kasus di empat benua. Keempat benua itu yakni Amerika, Asia Tenggara, Eropa, dan Mediterania Timur,” jelas Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan resmi, di Jakarta, Rabu (3/3/2021).
Hal ini sangat disayangkan mengingat, seminggu sebelumnya WHO menyatakan infeksi baru Covid-19 telah turun di seluruh dunia selama 6 Minggu berturut-turut atau pertamakalinya penurunan berkelanjutan sejak pandemi dimulai.
“Besar kemungkinan kenaikan kasus global ini terjadi karena disiplin protokol kesehatan (prokes) di banyak negara mulai mengendur karena terlena dengan kedatangan vaksin,” jelasnya.
Wiku juga meminta masyarakat agar disiplin menerapkan protokol kesehatan. Penanganan Covid-19 di Indonesia hanya dapat dilakukan maksimal apabila seluruh elemen masyarakat bersedia bahu membahu menjadi bagian dari solusi penanganan pandemi.
“Saat ini pemerintah sudah melakukan surveilans kedatangan dari luar negeri untuk mencegah masuknya strain Covid-19 di pintu masuk Indonesia. Selanjutnya merupakan tanggungjawab kita semua mencegah penularan terjadi di masyarakat dengan disiplin melakukan protokol kesehatan,” ujar Wiku.
Satgas sendiri dalam menetapkan kebijakan pelaku perjalanan internasional, selalu berusaha adaftif dengan situasi dan kondisi yang ada, termasuk perubahan kebijakan jika diperlukan. Saat ini upaya yang akan dilakukan ialah untuk mencegah penularan strain virus baru di tengah-tengah masyarakat.
Dia menyebutkan perkembangannya hingga Januari 2021, pada kasus positif mengalami tren peningkatan, kemudian menurun pada Februari 2021. Dalam kenaikan kasus, trennya bervariasi tiap bulannya. Melihat grafik pada 4 bulan pertama pandemi, ada kenaikan tajam hingga mencapai 70 – 90 persen.
“Masa-masa ini adalah masa dimana Indonesia dihadapkan pada pandemi yang terjadi secara tiba-tiba, dan pemerintah tengah berupaya melakukan percepatan penangananan semaksimal mungkin, salah satunya menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),” jelasnya.
Yang perlu menjadi perhatian selama pandemi tahun 2020, ujar Wiku, adanya beberapa periode libur panjang. Dan ini berdampak pada peningkatan tajam terhadap penambahan kasus positif. Data menunjukkan, pada September 2020 dengan kenaikan sebesar 42,3 persen atau 45.895 kasus. Hal ini kontribusi dari libur panjang pada periode 15 – 17 dan 20 – 23 Agustus 2020.
Grafik penambahan kasus selanjutnya cenderung melandai pada September – Oktober dan November 2020, meskipun kasus masih bertambah. Namun pada Desember 2020 hingga Januari 2021, terjadi lagi peningkatan tajam hingga mencapai 190.191 kasus atau meningkat lebih dari 100 persen dari bulan Oktober 2020.
“Dampak dari periode libur panjang Natal dan Tahun Baru 2021. Ini yang paling penting untuk dicatat, bahwa ada implikasi kematian pada setiap event libur panjang yang terjadi sepanjang satu tahun kebelakang,” katanya Wiku.
Membandingkan data pada bulan-bulan tanpa libur panjang, jumlah kematian adalah 50 – 900 kasus. Sebaliknya, bulan-bulan dengan libur panjang, kematian meningkat tajam menjadi 1000 – 2000 kasus. “Bayangkan dalam satu bulan kita bisa kehilangan lebih dari 1000 nyawa, hanya karena memilih untuk melakukan perjalanan dan berlibur,” ujar Wiku.
Discussion about this post