JAKARTA, KabarSDGs – Ketua Indonesia Water Institute Firdaus Ali mendorong pemanfaatan sampah plastik menjadi peluang ekonomi baru, sehingga limpah ini tidak menjadi beban lingkungan yang berpotensi memunculkan bencana.
“Pengelolaan sampah plastik ini punya keuntungan yang jauh lebih bernilai dibanding cara primitif (membuangnya). Ini bagian dari gerakan global untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang ada di rantai limbah plastik,” kata Firdaus lewat keterangan yang diterima KabarSDGs, Rabu (11/11/2020).
Menurutnya dosen Teknik Lingkungan Universitas Indonesia (UI) ini, sampah plastik bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku yang dipakai untuk produksi berkelanjutan seperti bahan bangunan, perhiasan, aksesoris, dan lain sebagainya.
Peluang ekonomi baru ini juga semakin terbuka lebar, sebab kata Firdaus Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik ke badan air nomor dua terbesar di dunia setelah China. Oleh karenanya dia mendorong penelitian dengan memanfaatkan jenis limbah ini.
“Plastik tidak akan mungkin kita lawan. Populasi yang semakin besar membutuhkan kenyamanan dan ketersediaan kemasan dalam jumlah yang masif sekali dan tentunya ini tantangan bersama,” ujarnya.
Gerakan Salah Kaprah
Menanggapi gerakan ‘Say No to Plastic’ Firdaus Ali mengkritisi kampanye tersebut salah kaprah. Melawan keberadaan plastik ini salah besar, karena plastik sudah menjadi bagian dari kehidupan modern dengan beban populasi yang terus bertambah dengan signifikan.
Firdaus menjelaskan, persoalan limpah plastik tak bisa diselesaikan dengan tidak menggunakannya. Namun edukasi perilaku dari penggunanya yang perlu diperkuat.
“Yang salah bukan plastik. Tapi perilaku primitif kita yang membuang sampah dan limbah (plastik) tersebutlah yang sumber masalah dan bencana,” tegasnya.
Lanjutnya, komitmen politik dan fiskal juga menjadi penyebab permasalahan penanganan plastik, sehingga memperlambat program ‘waste to energy.’ Padahal, upaya pendekatan sudah ada lewat regulasi dan insentif, tapi pelaksanaannya bergerak sangat lambat, sementara akumulasi timbunan limbah bergerak cepat.
“Jawaban sederhana, karena tidak punya komitmen solid, politik dan apa lagi fiskal. Kita tidak menyadari bahwa menyelesaikan persoalan sampah dengan rantai kegiatan sama juga menyelesaikan persoalan perkotaan,” jelas Firdaus. YAUMAL HUTASUHUT
Discussion about this post