JAKARTA, KabarSDGs — Indonesia menargetkan kepala sawit menjadi bahan bakar nabati (biofuel) penggganti bahan bakar fosil (bahan bakar minyak) yang beberapa tahun terakhir semakin berkurang. Apalagi, saat ini Indonesia menjadi produksen kepala sawit dan minyak kepala sawit tersebesa dunia.
“Langkah pemerintah Indonesia ini diambil untuk mencapai target peningkatan bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Selain itu, mengurangi ketergantungan akan BBM , tapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca,” kata Direktur Penyaluran Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo pada webinar bertema “Strategi dan Peluang Mengelola BNN Berbasis Biohidrokarbon untuk Kemaslahatan Bangsa”, di Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Edi juga menyebut peningkatan penggunaan bahan bakar nabati juga dapat menghemat devisa negara sebesar Rp 127,79 triliun.
Di sisi lain, produk sampingan kelapa sawit dikenal banyak kalangan sebagai bahan baku yang baik untuk bahan bakar pada pembangkit listrik. Banyak negara di dunia ini yang mulai beralih ke biomassa sawit karena merupakan sumber bahan bakar yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Banyak ragam biomassa sawit, termasuk di antaranya tandan buah kosong, serat buah, cangkang, batang pohon, pelepah serta Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit. Dari semua biomassa sawit yang ada, sebanyak 70% merupakan pelepah pohon sawit, sedangkan tandan buah kosong mencapai 10% dan batang sawit mencapai 5%.
Sebanyak 89% dari total biomassa yang dihasilkan umumnya digunakan sebagai bahan bakar, mulsa, dan pupuk. Biomassa juga bisa diubah menjadi bio batubara sebagai pengganti batu bara. Penggunaan bio pelet atau bio batubara untuk bahan bakar pembangkit listrik lebih ramah lingkungan karena bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dia menilai dukungan BPDPKS dalam pengembangan industri sawit ini memberikan dampak secara langsung dan tidak langsung. Dampak secara langsung dilakukan lewat Program Peremajaan Sawit Rakyat, Program Sarana dan Prasarana, serta Program Pengembangan SDM. Sementara, dampak secara tidak langsung dilakukan lewat Program Insentif BBN (Biofuel), Program Litbang Sawit, serta Program Promosi dan Kemitraan Sawit.
Pembangkit listrik berbahan bakar biomassa juga bisa diintegrasikan dengan pabrik pengolahan kelapa sawit sehingga menjadi sumber energi terbarukan selalu tersedia. Keberadaanya sekaligus juga mendatangakan manfaat besar bagi masyarakat, katanya.
Namun tak dapat dipungkiri, kata Edi, sejumlah permasalahan hulu masih seperti rendahnya produktivitas kebun dan kualitas SDM masih membayangi perkembangan kebun sawit rakyat. Di sisi lain, peningkatan produktivitas untuk menghasilkan peningkatan produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) memerlukan peran SDM di perkebunan kelapa sawit.
“SDM yang diperlukan pada perkebunan rakyat yakni asisten kebun (setara dengan perusahaan besar), penyuluh dan pendamping kelompok tani, koperasi/kelembagaan pengelola, kran administrasi dan keuangan, auditor internal, peremajaan sawit rakyat pendamping tingkat desa, kecamatan dan kabupaten, pendamping penyiapan sertifikasi kebun rakyat, serta pendamping sustainability,” jelasnya.
Edi mengemukakan, program-program ini juga dibagi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Program jangka panjang diantaranya ada Program Peremajaan Sawit Rakyat serta Program Promosi dan Kemitraan Sawit,” kata Edi Wibowo.
“Pemerintah Indonesia juga berupaya untuk memaksimalkan potensi lahan sawit yang sudah ada supaya dapat mencegah pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit. Lahan bekas reklamasi tambang juga akan digunakan untuk menanam tanaman energi. Selain itu, pemerintah Indonesia juga tidak gusar dengan kebijakan Uni-Eropa yang melarang impor minyak sawit ke negara-negara anggotanya,” katanya. PULINA NITYAKANTI PRAMESI
Discussion about this post