The Lancet Medical Journal menyebutkan, perubahan iklim saat ini telah membahayakan kesehatan manusia lantaran meningkatnya kondisi cuaca ekstrem dan parahnya polusi udara yang ada.
Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (14/11/2019), jika tidak ada upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, dampaknya dapat membebankan seluruh generasi dengan berbagai penyakit sepanjang hidupnya.
“Anak-anak sangatlah rentan terhadap berbagai risiko kesehatan dari dampak perubahan iklim. Tubuh dan sistem imun mereka masih bertumbuh, dan mereka masih rentan terhaap penyakit dan polutan lingkungan,” ujar Nick Watts, pemimpin bersama dari studi oleh The Lancet Countdown on Health and Climate Change.
Watts juga memperingatkan gangguan kesehatan di masa pertumbuhan anak anak sangatlah berpengaruh dan bertahan lama sehingga dampak membawa konsekuensi dalam jangka waktu yang panjang.
“Tanpa adanya solusi segera dari seluruh negara untuk mengurangi emisi gas efek rumah kaca, ancaman terhadap kesejahteraan dan harapan hidup panjang akan semakin nyata. Perubahan iklim akan menentukan kesehatan seluruh generasi,” tambah Watts.
Namun, tim peneliti menambahkan bahwa usaha dalam memperkenalkan kebijakan untuk membatasi emisi dan pemanasan global akan menghasilkan hal yang berbeda.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan secara global pada tahun 2016 bahwa 7 juta kasus kematian adalah karena masalah polusi dan dampak dari rumah tangga. Mayoritas dari mereka datang dari negara dengan ekonomi menengah ke bawah.
“Jika kita ingin melindungi anak kita, kita harus memastikan bahwa udara yang mereka hirup bukanlah sebuah racun,” ujar Sonja Ayeb-Karlsson, spesialis kesehatan global di Britain’s Sussex University yang juga bekerja dalam studi Lancet.
Industri atau perusahaan sesuai pasal 74 UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) memiliki Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). TJSL bersifat wajib bagi perusahaan. Artinya, perusahaan harus mengacu kepada semua peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup, antara lain UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan sampah, PP No. 82/2001 tentang pengendalian pencemaran air dan PP No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara.
Sayangnya, masih banyak perusahaan yang bergerak berbasis lingkungan, baik pertambangan, kehutanan maupun produk lainnya seperti kepala sawit tidak banyak memberikan TJSL-nya sebagai suatu kewajiban perusahaan.
Green Companny
Banyak terobosan perusahan dalam mengelola bisnisnya. Salah satu yang cukup popular belakangan ini adalah green companny. Tidak heran bila, konsep green company banyak digandrungi perusahaan dalam mengelola bisnisnya.
Konsep green company bisa dilihat dari berbagai aspek. Mulai dari visi dan misi perusahaan, kebijakan dan stategis bisnisnya hingga proses bisnis dan pemasarannya. Termasuk juga dalam melibatkan mitra yang peduli lingkungan. Melalui konsep itu, akan terbangun kultur green dalam perusahaan tersebut. Tidak jarang perusahaan menjadikan green company sebagi alat promosi.
Melalui konsep green company , perusahaan akan memanfaatkan modal alam dan teknologi yang berorietasi lingkungan alam untuk biaya produksi dan konsumsi. Selain itu juga untuk memperbaiki kualitas hidup manusia, pengurangan risiko lingkungan hidup dan keharmonisan kehidupan antara alam dan manusia.
Karena itu, perusahaan yang telah menerapkan green company, dalam mengeluarkan kebijakan menghindari dampak buruk terhadap lingkungan sekitar.
Dari segi proses bisnis, misalnya, perusahaan yang mengelola perkebunan nanas terbesar ketiga dunia ini memanfaatkan sesuatu yang sudah baik itu menjadi nilai tambah baru. Singkatnya, tidak hanya mengolah limbah menjadi pro-lingkungan, tetapi bagaimana memanfaatkan limbah itu menjadi sesuatu dengan nilai tambah baru.
Salah satu perusahaan cukup konsen dengan green company adalah PT Great Giant Foods (PT GGF). Perusahaan yang bermarkas di Lampung Tengah ini memiliki tiga produk unggulan, buah-buahan, daging sapi, ayam dan susu segar. Sejumlah produk telah banyak dikenal dimasyarakat. Sebut saja misalnya sunpride, dan Re.juve. Ada juga produk daging Bonanza, susu segar Homerown dan daging ayam belfoods.
Produk buah segar seperti pisang dan nanas telah berhasil menembus pasar global. Tidak heran bila produksi nanas olah menjadi primadona perusahan tersebut. Setiap harinya PT GGF mengolah nanas sebanyak 2.000 ton. Nanas tersebut diperoleh dari perkebunan nanas di lahan 32.000 hektar milik perusahaan. Ada 49 jenis produk olahan nanas. Tiap tahunnya PT GGF mampu memproduksi 500.000 ton nanas dalam kaleng yang diekspor ke 60 negara.
Terkait green company, sebenarnya semula PT GGF hanya ingin mempraktikkan ekonomi hijau. Belakangan, ternyata terdapat banyak peluang bisnis yang diperoleh. Seperti adanya nilai tambah dari produksi nanas tersebut. Limbah nanas diolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Kulit nanas misalnya diambil sarinya untuk dibuat menjadi jus. Sedangkan sisa kulitnya yang sudah kering dicampur rumput menjadi pakan ternak.
Pakan Ternak hingga Biogas
Tidak disangka, produksi pakan ternah dari limbah nanas itu berkembang. Bahkan PT GGF mendirikan perusahaan tersendiri untuk mengolah pakan ternak. Namanya, PT Great Giant Livestock. Perusahaan yang bergerak juga dalam bidang penggemukan sapi itu kini telah memilili 6.100 ekor sapi. Sedangkan limbah cair nanas diolah menjadi biogas. Dari produksi biogas, mereka bisa mengurangi penggunaan batubara sekitar 5 persen.
Tidak hanya peduli lingkungan, kepedulian PT GGF, terhadap sosial juga tak disangsikan. Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) PT GGF gencar memberikan pelatihan peningkatan hasil pertanian dan peternakan. Bahkan masyarakat juga diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan PT GGF bila memiliki prestasi dari sektor pertanian.
Berkat kepedulian terhadap lingkungan sejumlah penghargaan pernah diraih Great Giant Food (GGF). Pada Oktober 2019 lalu misalnya PT GGF meraih penghargaan Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim Nasional dalam menurunkan efek gas rumah kaca dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri LHK RI Siti Nurbaya kepada Senior Manager Sustainbility PT GGF Arief Fatullah.
Arief Fatullah mengungkapkan perusahaannya memiliki komitmen untuk menerapkan bisnis yang ramah lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan menerapkan konsep zero waste dalam bisnisnya, melakukan Good Agriculture Practice dan Management Energy melalui ISO 50001.
Selain itu, PT GGF juga mengembangkan energi terbarukan dengan memanfaatkan limbah pabrik menjadi biogas untuk energi serta mengembangkan upaya untuk menurunkan emisi karbon melalui proses produksi yang lebih efisien.
Dalam soal penurunan gas emisi PT GGF juga termasuk yang berkinerja terbaik dalam penurunan gas emisi. Data tahun 2017 menunjukan GRK di sektor energi mengalami penurunan pemakaian energi sebanyak 17 persen dan menurunkan emisi GRK sebanyak 25.909 tCO2. “Kami telah melakukan berbagai aksi mitigasi seperti biogas dari pemanfaatan limbah tapioka dan nanas,” katanya.
Tentu tidak semua perusahaan dapat mempraktekan konsep green company. Salah satu kendalanya adanya penambahan investasi. Padahal investasi itu akan memperoleh banyak manfaat. Tentu tidak dalam waktu dekat, tapi dalam jangka panjang.
Apa yang dilakukan PT GGF ini menurut hemat penulis tidak banyak dilakukan perusahaan sejenis atau perusahaan lain yang notabene berbasis lingkungan hidup. Mereka tidak menyadari investasi berbasis lingkungan justru akan mendatangkan finansial yang lebih besar lagi karena secara tidak disadari perusahaan berinvestasi jangka panjang untuk keberlangsungan hidup perusahaan utamanya, dan lingkungan sekitar, terlebih lagi masyarakat yang berada di seputar perusahaan.
Dari pengalaman berharga yang dilakukan PT GGF ini seharus tidak lagi ragu untuk dicontoh oleh perusahaan lain, baik yang serupa dengan basis lingkungan dan perkebunan maupun perusahaan yang basisnya berbeda, tapi terkiat dengan kesejahteraan rakyat. Dukungan masyarakat akan eksistensi perusahaan dan eksistensi finansial tentu akan diraih lebih besar lagi. (Mulya Abu Humairah — Wartawan KabarSDGS.Com)