JAKARTA, KabarSDGs — Fasilitas dan kurikulum beberapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia yang sudah menerapkan link and match atau “penikahan massal” dengan Industri dan Dunia Kerja (IDUKA) tidak kalah dibandingkan sekolah vokasi di negara Jepang.
Demikian dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto dalam keterangan tertulis yang diterima KabarSDGs, Sabtu (25/7/2020).
Saat inspeksi mendadak (sidak) ketiga SMK di Jawa Tengah, yaitu SMK Negeri 2 Solo, SMK WARGA Solo, dan SMK 1 Muhammadiyah Sukoharjo, Kamis (23/7/2020), membuat terkejut para kepala sekolah yang dikunjungi.
“Meski awalnya terkejut dan bingung, semuanya menyatakan senang sekali bisa kita cek langsung, mulai dari kurikulum, hingga menggali potensi produk-produk hasil karya mereka,” jelas Wikan Sakarinto.
Menurut Wikan, kurikulum adalah syarat terpenting di dalam link and match, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia kerja, atau belum.
“Dari kurikulum yang saya lihat dan cermati, ternyata di ketiga SMK tersebut mereka menyusun kurikulumnya benar-benar duduk bersama dengan industri secara intensif. Setiap tahun dilakukan revisi kurikulum sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia kerja,” tutur mantan Dekan Sekolah Vokasi UGM ini.
Karena itu, katanya, tidak kaget kalau keterserapan lulusannya mencapai rata-rata 93 persen di ketiga SMK tersebut.
Sidak ke beberapa SMK dilakukan Dirjen Diksi untuk melihat secara langsung apakah kebijakan link and match atau “penikahan massal” antara Vokasi dengan IDUKA benar-benar sudah diterapkan oleh SMK atau tidak.
“Jangan sampai kebijakan yang sudah diputuskan di pusat terkait link and match tidak dilaksanakan dengan tuntas di daerah. Apalagi saat ini Kemendikbud melalui Ditjen Pendidikan Vokasi sedang meluncurkan puluhan program-program dengan total nilai anggaran sekitar Rp 3,5 triliun, untuk mendorong SMK, Kampus Vokasi dan Lembaga Kursus dan Pelatihan agar makin menggenjot link and match dengan industri dan dunia kerja,” tutur Wikan.
Dari sidak yang dilakukannya di Solo, Dirjen Pendidikan Vokasi menyatakan lega karena link and match yang disampaikan tidak hanya sekedar tanda tangan nota kesepahaman saja.
“Saya mendorong link and match, atau penikahan massal antara SMK dengan IDUKA. Program wajib pertama di dalam link and match adalah kurikulum yang disusun bersama dan disetujui oleh industri. Tidak hanya disusun bersama, tetapi harus sampai pada tahap disetujui oleh pihak industri dan calon pengguna lulusan,” tegas Wikan.
Dirjen Diksi juga berharap kurikulum link and match tidak saja membekali lulusan SMK dengan kompetensi tinggi, tapi juga dapat meningkatkan soft skills siswa. “Jadi, diharapkan anak-anak SMP, dan khususnya orang tuanya, makin yakin memilih masuk SMK. Karena lulusan SMK tidak saja hebat dalam hard skills, tapi juga hebat dalam berkomunikasi dan memiliki karakter serta budaya kerja di industri yang tinggi”.
Discussion about this post