JAKARTA, KabarSDGs – Pemerintah terus berupaya mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di Provinsi Riau. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mendorong partisipasi Masyarakat Peduli Api (MPA) melalui pendekatan masyarakat berkesadaran hukum.
“Ini tahapan penting dari jalan panjang memantapkan upaya pencegahan karhutla secara permanen, sesuai arahan Bapak Presiden,” ujar Siti dalam siaran pers diterima KabarSDGs, Minggu (19/7).
Siti bertemu Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setia Imam Efendi, Sabtu (18/7). Pemantapan upaya pencegahan karhutla menjadi topik utama pertemuan.
Belajar dari karhutla pada 2015, pemerintah melakukan berbagai corrective action pengendalian karhutla hingga ke tingkat tapak. Di tingkat operasional lapangan, kerja sama antara anggota satuan tugas yang melibatkan manggala agni, pemerintah daerah, polri, TNI, BNPB, MPA, swasta, dan kelompok masyarakat lainnya terus ditingkatkan.
“Dari perjalanan panjang karhutla selama 10-13 tahun, Riau punya kekhususan. Istilah saya, ada fase kritis pertama sejak Maret-Mei, sehingga kita harus hati-hati pada fase kedua yang dimulai akhir Juni hingga akhir Oktober. Semua ini bisa dideteksi,” kata Siti.
Dia menambahkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK) sudah bekerja sama dengan BPPT dan mitra lainnya sejak 13-30 Mei. Modifikasi cuaca dilakukan untuk merekayasa jumlah hari hujan, membasahi gambut, serta mengisi embung dan kanal.
BNPB dan BPPT juga akan melakukan TMC sebagai antisipasi fase kritis kedua karhutla. BMKG memprediksi puncaknya terjadi pada Agustus.
Siti menilai, pengendalian karhutla tidak terlepas dari tata kelola gambut dan pertanian, dengan sistem kearifan lokal. “Saya tadi juga minta pendalaman Kapolda. Bagaimana kondisi Babinsa dan Babinkamtibmas. Bagaimana konflik yang terjadi di lapangan, seperti apa penyelesaian di tingkat lapangan, ini semua tadi kita bahas,” tuturnya.
Terkait penegakan hukum, Siti menegaskan, Kemen-LHK telah membentuk Ditjen Penegakan Hukum. Sinergitas dengan lembaga penegak hukum lainnya terus dilakukan.
Adanya penguatan sanksi hukum membuat perusahaan wajib memiliki sarana dan prasarana, ahli lingkungan, serta tenaga teknis untuk karhutla. Perusahaan harus berinvestasi besar. Karenanya, sanksi tidak perlu dalam bentu pencabutan izin.
“Pemerintah itu posisi utamanya melakukan pembinaan masyarakat. Pemerintah tidak bisa main hajar, harus sesuai prosedur. Perusahaan terlibat karhutla pasti diberikan sanksi, baik administratif, pidana, ataupun perdata,” kata Siti.
Discussion about this post