JAKARTA, KabarSDGs – Pandemi virus corona baru (COVID-19) telah memengaruhi kinerja industri di hulu dan hilir sektor kehutanan. Namun, Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK)/Plt Dirjen PHPL Bambang Hendroyono mengatakan, ekspor produk kehutanan mengalami peningkatan 3,3 persen sejak Juni.
Ekspor produk industri kehutanan turun hingga minus 8,3 persen selama Januari-Mei 2020, dibandingkan periode sama pada tahun lalu. Menurut Bambang, perbaikan signifikan terjadi dalam sebulan terakhir. Ekspor produk industri kehutanan tercatat minus 5 persen pada penilian Januari-Juni 2020.
Meskipun pertumbuhan masih di bawah nol, kinerja ekspor sektor kehutanan dinilai berada di jalur positif, karena tidak terjadi penurunan drastis. “Sistem verifikasi legalitas kayu berkontribusi secara signifikan pada peningkatan kinerja ekspor produk industri kehutanan,” ujar Bambang dalam siaran pers diterima KabarSDGs, Kamis (16/7).
Dia menjelaskan, Kemen-LHK menerapkan cara kerja baru dalam mengelola hutan produksi. Pengelolaan dilakukan dengan pendekatan landscape, melakukan analisis spesial untuk melihat area rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), konflik tenurial, serta mengintegrasikan sektor hulu-hilir dan pasar.
Sejumlah kebijakan juga dikeluarkan demi mendorong peningkatan produktivitas industri kehutanan. Di sektor hulu, pemerintah berupaya mempercepat pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan pengembangan agroforestry di areal kerja IUPHHK-HTI, mewujudkan pembangunan multiusaha di areal IUPHHK, dan menyederhanakan perizinan usaha di bidang pemanfaatan hutan produksi.
Sebaliknya, di sektor hilir, pemerintah mengusulkan peningkatan luas penampang produk ekspor industri kehutanan, memperluas keberterimaan pasar dengan memperkokoh penerapan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK), dan memfasilitasi sertifikasi SVLK untuk usaha kecil menengah.
“Kami menargetkan pemulihan kinerja ekspor produk industri kehutanan lebih baik lagi, meningkatkannya ke level positif secepat mungkin,” kata Bambang.
Menurut Bambang, target tersebut realistis karena produksi sektor hulu menunjukkan pertumbuhan substansial pada pertengahan 2020. “Kami terus menjaga hubungan linear positif antara pertumbuhan produksi di sektor hulu (yang terus menunjukkan tren positif) dengan kinerja ekspor produk industri kehutanan (hilir dan pasar),” katanya.
Di sisi lain, Bambang menilai, multiusaha kehutanan sangat diperlukan karena nilai ekonomi riil lahan hutan sangat rendah pada masa yang lalu. Pasar kayu dari hutan alam cenderung menurun dan perlu optimalisasi ruang pemanfaatan kawasan hutan. Multiusaha kehutanan juga dapat bermanfaat sebagai alternatif sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Indroyono Soesilo mengatakan, kinerja sektor kehutanan dihadapkan tantangan pada 2020. Menurut dia, pandemi COVID-19 telah memberi tekanan. Imbasnya, nilai ekspor produk kayu bersertifikat legal menurun empat persen dari tahun sebelumnya, menjadi hanya US$ 11,6 miliar pada akhir 2019.
“Juli tahun ini saya mendengar nilai ekspor kita meningkat lagi. Januari belum ada pandemi COVID-19, kinerja ekspor kita naik 2,1 persen dibandingkan tahun lalu periode yang sama, Februari naik 2,3 persen, Maret mulai terdapat kasus COVID-19 dan tren ekspor mulai menurun -1,9 persen, April dan Mei tidak ada kontainer keluar-masuk sehingga makin turun -4,3 % hingga -8,4%,” ujar Indroyono.
Namun, lanjut dia, terjadi rebound pada Juni. Nilai ekspor naik meskipun masih minus yaitu -5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. “Kami berharap bulan Juli tahun ini akan meningkat sehingga sesuai arahan Presiden pada triwulan ketiga sudah positif”, tuturnya.
Discussion about this post