JAKARTA, KabarSDGs – Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia Irsan Hasan mengatakan, hepatitis masih menjadi silent killer karena umumnya tanpa gejala. Banyak orang tidak menyadari menderita penyakit tersebut.
“Sembilan dari sepuluh pengidap tidak menyadari dirinya memiliki Hepatitis B bahkan C. Bahkan satu dari empat pengidap akan meninggal karena kanker atau gagal hati, sehingga kita katakan hepatitis ini silent killer,” ujar Irsan dalam siaran pers diterima KabarSDGs, Selasa (28/7).
Hepatitis merupakan penyakit peradangan hati yang disebabkan virus hepatitis, perlemakan, obat-obatan, alkohol, dan parasit atau virus lainnya. Hepatitis terbagi lima jenis, yakni A, B, C, D, dan E. Menurut Irsan, ada tiga yang masih endemis di Indonesia, yaitu A, B, dan C.
Dia mengatakan, penderita hepatitis mengalami sejumlah tahapan. Dimulai dari hati sehat, hepatitis akut, hepatitis kronik, sirosis hati, kanker hati, gagal hati, dan berakhir kematian.
“Satu per tiga penderita hepatitis mengalami sirosis. Dari sirosis, 10-15 persen akan menjadi kanker, kemudian 23 persen dari mereka mengalami gagal hati dalam lima tahun,” ujar Irsan.
Kendati memiliki ancaman kematian tinggi, Hepatitis A, B, dan C bisa dicegah dan diobati. Hepatitis B misalnya, pencegahan dilakukan dengan menghindari faktor risiko hingga memberi kekebalan melalui imunisasi aktif dan pasif.
Untuk pengobatan, penderita Hepatitis B diberi vaksin seumur hidup, sehingga progres virus terhambat dan fungsi hati semakin membaik. “Hepatitis B harus diberikan terapi dalam jangka waktu panjang, kalau mengalami sirosis obat harus diberikan seumur hidup, kalau tidak sirosis obat diberikan sampai target tertentu,” tutur Irsan.
Pencegahan Hepatitis C dilakukan melalui gaya hidup bersih dan sehat, serta menghindari faktor risiko. Pengobatan dilakukan dengan pemberian Direct Acting Antivirus (DAA) hingga sembuh. Terapi ini dinilai ideal karena memiliki tingkat kesembuhan tinggi, obat kombinasi oral, efek samping rendah, durasi pengobatan singkat, lebih murah, dan SVR tersedia.
Sementara itu, Hepatitis A menular secara fecal oral (anus-mulut) melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi tinja seseorang yang telah terifeksi. Penderita bisa sembuh dengan sendirinya, tapi juga dapat mengalami kejadian luar biasa. Karenanya, tidak ada pengobatan khusus untuk Hepatitis A. Upaya pengendaliannya lebih mengutamakan pencegahan, dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
“Gaya hidup sehat sama seperti yang selalu dianjutkan Kementerian Kesehatan seperti olahraga dan makan bergizi. Tidak ada yang khusus pada yang sudah sakit. Kalau untuk mencegah Hepatitis B dengan vaksin. Untuk C hindari faktor risiko seperti narkotika, jarum tato, tindik, dan lain-lain. Namun, kalau sudah sakit hepatitis, tidak ada larangan khusus,” katanya.
Discussion about this post