JAKARTA, KabarSDGs — Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyatakan pemerintah fokus mengubah sikap dan perilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan, terutama mencegah penurunan dan degradasi tanah. Hal ini disampaikan dalam Peringatan World Day to Combat Desertification and Drought (WDCD) 2020 atau Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Dunia 2020.
“Peringatan tahun ini difokuskan pada upaya-upaya mengubah sikap dan perilaku publik yang diharapkan dapat menjadi pendorong utama dalam mencegah degradasi lahan,” katanya ketika membuka rangkaian acara Peringatan WDCD 2020 di Jakarta, Jumat (26/6).
Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Dunia diperingati setiap 17 Juni. Peringatan tahun ini mengusung tema Pangan, Pakan, dan Serat/Pakaian. Menurut Alue, tema tersebut sebagai upaya mengedukasi masyarakat untuk mengubah cara produksi dan konsumsi yang eksploitatif, menuju pola lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dia menjelaskan, berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hampir 75 persen dari semua lahan di dunia ditransformasi menjadi lahan permukiman perkotaan, infrastruktur, dan diperparah dengan fenomena perubahan iklim.
“Ketika populasi meningkat dan daerah perkotaan semakin berkembang, permintaan dan tekanan terhadap lahan semakin besar untuk memenuhi kebutuhan makanan, pakan ternak, dan bahan serat yang digunakan sebagai bahan sandang atau pakaian,” ujar Alue.
Pemerintah, menurut Alue, memberi perhatian serius terhadap masalah degradasi hutan dan lahan dengan menurunkan laju deforestasi dan meningkatkan program pemulihan hutan dan lahan. Percepatan rehabilitasi dan reklamasi lahan dan hutan menjadi salah satu prioritas.
Salah satu strategi percepatan pemulihan lahan dan hutan dengan pembangunan persemaian dalam rangka penyediaan bibit bagi masyarakat yang harus diperbanyak. Dengan begitu, masyarakat dapat mudah dan terdorong berpartisipasi dalam kegiatan penanaman lahan kritis. Program yang telah berjalan antara lain membangun persemaian permanen dan modern, kemudian pemberian insentif kepada masyarakat melalui kegiatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan Kebun Bibit Desa (KBD).
“Keterpaduan sistem pengelolaan lahan dan hutan berorientasi pada kelestarian, melalui pola-pola agroforestry, merupakan keniscayaan untuk mengatasi kebutuhan pangan, pakan, dan serat tanpa harus mengorbankan kepentingan perlindungan lingkungan,” kata Alue.
Menurut dia, akademisi, pemerhati lingkungan yang tergabung dalam Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia (MKTI), Forum Daerah Aliran Sungai (DAS), dan LSM yang tersebar di seluruh Indonesia memiliki peranan penting. Kearifan lokal masyarakat juga perlu digali dan dikembangkan sebagai aset teknologi untuk usaha wanatani dan konservasi.
“Mari kita bersama-sama membagikan teladan membangun pola hidup ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam mengkonsumsi pangan, penyediaan pakan, dan pemenuhan serat untuk sandang, sehingga menjamin keberlangsungan hidup kita dan generasi yang akan datang,” tuturnya.
Plt Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) Hudoyo menyampaikan, pihaknya telah melakukan langkah-langkah koreksi, khususnya di Ditjen PDASHL melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). “Selain melakukan RHL secara intensif, kami melaksanakan agroforestry dan upaya lain. Tentu saja masih kurang. Karenanya, kami mohon kepada seluruh pihak untuk memberikan sumbang saran pikiran dan lain-lain untuk perbaikan lingkungan kita,” katanya.
Discussion about this post