JAKARTA, KabarSDGs — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya meningkatkan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah Spent Bleaching Earth (SBE) menjadi salah satu fokus penanganan.
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, SBE merupakan limbah padat B3 hasil penyulingan minyak sawit pada industri minyak goreng atau oleochemichal. Menurut hasil penelitian, setiap 60 juta ton produksi minyak sawit menghasilkan 600 ribu ton limbah SBE.
“Peningkatan jumlah industri minyak nabati berdampak meningkatkan jumlah limbah SBE, sehingga akan menjadi masalah jika tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik,” ujar Vivien dalam siaran pers yang diterima KabarSDGs.com, Jumat (26/6).
Data Aplikasi Pelaporan Kinerja Pengelolaan Limbah B3 KLHK (SIRAJA) mencatat timbulan limbah SBE meningkat dalam tiga tahun terakhir. Tercatat 184.162 ton pada 2017, 637.475 ton pada 2018, dan 778.894 ton pada 2019.
Vivien menyayangkan jumlah timbulan limbah SBE tidak sebanding dengan banyaknya perusahaan pengelola SBE berizin. Saat ini, KLHK mencatat hanya 11 perusahaan dengan kapasitas total 116 ribu ton per tahun. “Gap antara limbah yang dihasilkan dengan yang dimanfaatkan menyebabkan banyak SBE dibuang ilegal, antara lain secara open dumping sebagai media urug,” ujarnya.
KLHK berusaha mengelola limbah SBE dengan maksimal. Mereka menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) LHK nomor 10 tahun 2020 tentang Uji Karakteristik dan Penetapan Status Limbah B3, 4 Mei. Aturan tersebut membuat prosedur pengelolaan limbah SBE dipersingkat. Limbah SBE tergolong limbah B3 Sumber Spesifik Khusus, bersama fly ash, slag nike, dan steel slag.
Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 Ahmad Gunawan Wicaksono menjelaskan, peraturan itu meliputi pengaturan tentang tim ahli limbah B3, uji karakteristik untuk pengecualian dan penetapan status limbah B3, penetapan limbah B3 sebagai produk samping, serta pemantuan dan pelaporan.
Sementara itu, sejumlah perusahaan telah memanfaatkan limbah SBE. Di Malaysia misalnya, EcoOils menerapkan zero waste concept terhadap produk Spent Bleaching Earth Oil (SBEO) dan Eco-Processed Pozzolan (EPP).
Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non-B3 KLHK Sinta Saptarina Soemiarno menilai, melalui pendekatan model Circular Economy, pemanfaatan SBE dapat memberi kontribusi positif 4P : People, Planet, Profit, Prosperity bagi perusahaan, lingkungan, dan sumber daya manusia (SDM).
Pengelolaan limbah B3 tidak lagi hanya insinerasi dan landfill, tapi bernilai ekonomis seperti Bleaching Earth baru, produksi biodiesel, dan berbagai potensi sebagai media tanam, katalis, hingga briket. Peluang pemanfaatan SBE semakin menemukan titik cerah dengan terbitnya Permen LHK 10 tahun 2020 yang mengatur uji karakteristik dan penetapan limbah.
“Kolaborasi semua pihak baik dunia usaha, perguruan tinggi, dan pemerintah perlu terus dilakukan seiring dengan pesatnya pembangunan, bertambahnya jumlah penduduk, dan perkembangan teknologi. Kajian ilmiah perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya keselarasan pertumbuhan industri dengan pelestarian lingkungan”, ujar Sinta.
Discussion about this post