JAKARTA, KabarSDGs – Pemerataan tenaga kesehatan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI membuka Program Bantuan Pendidikan (PBP).
Program ini sesuai Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/1050/2022 tentang Rekrutmen Program Bantuan Pendidikan Dokter Spesialis – Dokter Gigi Spesialis Angkatan XXIX dan Dokter Subspesialis Angkatan XI Kemenkes RI Tahun 2022. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, bantuan ini merupakan bagian dari implementasi transformasi sistem kesehatan pilar kelima, yakni transformasi Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Budi berharap adanya bantuan pendidikan mempercepat pemenuhan jumlah tenaga kesehatan yang tersebar ke seluruh pelosok Tanah Air. “PBP merupakan bagian yang disiapkan pemerintah dalam rangka penyiapan Program Pendidikan Dokter Spesialis-Subspesialis (PPDS) dan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) sebagai bentuk dukungan pelaksanaan transformasi SDM kesehatan untuk tercapainya pemenuhan dan pemerataan SDM Kesehatan,” katanya di Jakarta, Kamis (2/6).
Bantuan pendidikan PPDS dan PPDGS menjangkau ASN dan Non-ASN dengan latar belakang pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan boleh mendaftar.
Calon peserta bantuan pendidikan diutamakan kepada 7 program spesialis yang direkomendasikan oleh RS Pemerintah yang membutuhkan, terutama pada layanan penyakit prioritas dan berkomitmen untuk mendayagunakan setelah selesai pendidikan.
Adapun jenis kepesertaan lain yang diusulkan adalah calon peserta dari Dinas Kesehatan Provinsi, UPT Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan -TNI/Polri dan calon peserta pasca penugasan Nusantara Sehat.
Budi meminta para tenaga kesehatan bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain pemberian bantuan pendidikan ini, pada saat yang sama Kementerian Kesehatan juga bekerjasama dengan Kemendikbud-Dikti untuk Bantuan Biaya Pendidikan yang bisa didapatkan melalui program LPDP.
Budi menjelaskan, ketersediaan tenaga kesehatan spesialis, terutama penyakit-penyakit kronis, masih sangat kurang. Menurut dia, tenaga kesehatan spesialis banyak yang terkonsentrasi di kota-kota besar.
“Penyakit paling besar dampak nyawa dan biaya bagi masyarakat adalah jantung. Masih banyak provinsi tidak bisa memberikan layanan jantung. Akibatnya kalau butuh intervensi harus diterbangkan ke daerah lain,” ujar Menkes di Jakarta, Kamis (2/6).
Budi menargetkan seluruh fasilitas layanan kesehatan di tingkat provinsi bisa memberikan layanan kesehatan jantung pada 2024. Namun, target ini dinilai sulit dicapai karena lamanya proses pendidikan dokter.
Menurut data WHO, rasio dokter untuk warga negara Indonesia adalah 1:1000 dokter, sedangkan di negara maju rasionya 3:1000, bahkan ada juga yang 5:1000. Saat ini, jumlah dokter di Indonesia sekitar 270 ribu, sementara tenaga kesehatan yang memiliki STR dan praktik hanya 140 ribu. Artinya masih ada kekurangan tenaga kesehatan sebanyak 130 ribu.
“Produksi dokter setahunnya hanya 12 ribu, dibutuhkan setidaknya 10 tahun bahkan lebih untuk mengejar ketertinggalan jumlah dokter minimal sesuai standar WHO untuk melayani 270 juta masyarakat Indonesia,” tutur Budi.
Discussion about this post