SUKABUMI, KabarSDGs – Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan, mulai dijalankan tujuh Badan Usaha Milik (BUM) Desa Bersama, di tujuh kabupaten, di tiga provinsi sebagai pilot project pada akhir 2021. Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, tahun ini telah mendapatkan napas lebih besar dengan adanya dukungan dari presiden melalui Perpres 104 tahun 2021, bahwa 20 persen dana desa digunakan untuk program ketahanan pangan dan hewani.
“Saya optimistis, Desa akan membuka jalan kedaulatan pangan Indonesia,” kata dia saat acara Selamatan Sewindu Undang Undang Desa, yang diselenggarakan di Kasepuhan Cipta Gelar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi, Sabtu (15/01).
Menteri yang kerap disapa Gus Halim itu menuturkan, Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan ini merupakan konsep peternakan komunal yang dikelola BUM Desa Bersama. Bentuknya adalah penggabungan beberapa komoditi unit usaha peternakan pada satu pasar di suatu daerah. Arahnya desa-desa yang berpotensi di sektor peternakan akan dikembangkan sebagai sentral-sentral penyedia daging baik dari sapi, kambing, hingga ayam hingga pusat holtikultura.
“Melalui program ini akan terintegrasi pengelolaan peternakan dari hulu ke hilir. Dari penggemukan hingga kotoran ternak harus memberi nilai ekonomisnya,” kata dia melalui kanal Kemendesa.go.id.
Tujuannya, lanjut Gus Halim, jelas, selain untuk kesejahterakan masyarakat desa itu sendiri, minimal dapat menurunkan kebutuhan impor dengan meningkatkan ketahanan pangan khususnya pemenuhan kebutuhan daging dan swasembada daging sapi nasional. Dia pun optimistis keberadaan Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan, akan menjadi penyokong utama ketahanan pangan hewani Indonesia.
“Pasalnya, selain telah menjadi tumpuan produksi sapi lokal, ketersediaan lahan pangan di desa kian menegaskan potensi tersebut,” ujar dia.
Berdasar data Kemendesa PDTT, sejak tahun 2015 sampai tahun 2020, produksi daging sapi di Indonesia mengalami fluktuasi. Dalam rentang waktu tersebut, tahun 2016 mencapai titik tertinggi dengan produksi 518.484 ton. Naik 2,3% dari tahun sebelumnya. Tahun 2017 produksi daging sapi turun lagi menjadi 486.319,7 ton, Tahun 2018, mengalami kenaikan kembali menjadi 497.971,7 ton, Tahun 2019 naik menjadi 504.802,29 ton, dan pada tahun 2020 mengalami peningkatan kembali mencapai 515.627,74 ton.
“Namun, sudah lumrah, peningkatan produksi, selalu dibarengi dengan peningkatan kebutuhan terhadap daging sapi. Karenanya, ikhtiar peningkatan produksi harus lebih digenjot lagi. Dan jawabannya adalah Desa,” kata Gus Halim.
Desa, lanjut dia, memiliki kelembagaan ekonomi yang memungkinkan untuk pengembangan usaha peternakan sapi secara terpadu dalam skala mikro. Dengan demikian, desa-desa akan dapat memberdayakan warga, meningkatan daya beli dan kemampuan ekonomi warga desa, memenuhi kebutuhan pangan desa. “Lambat tapi pasti, saya optimistis desa akan penuhi kebutuhan pangan nasional,” ujar Gus Halim.
Pilot Project Program Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan dimulai di tujuh BUMDes Bersama di tujuh kabupaten: Bandung, Cirebon, Kebumen, Nganjuk, Jombang, Lumajang, dan Kudus. Tiap BUMDes Bersama ini melibatkan sekitar 5-10 desa di sekitarnya.
Ketujuh BUMDes Bersama yang menjadi proyek percontohan ini telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari Kemendesa PDTT dan pihak ketiga, yang melibatkan hingga 72 desa dengan luas lahan usaha 140.000 m2 (14 hektare). Masing-masing BUM Desa Bersama ini mengorganisasikan 43 peternak untuk mengelola 20 ekor sapi yang dipadukan dengan budi daya 100 domba, 400 ekor ayam, budi daya 10.000 ikan air tawar, penanaman hortikultura organik di lahan 1.500 m2, budi daya pakan ternak di lahan 16.200 m2, instalasi pengolahan limbah menjadi pupuk organik dan biourine, serta energi terbarukan biogas.
Discussion about this post