JAKARTA, KabarSDGs – PT Unilever Indonesia Tbk bersama pemerintah dan juga pakar sosial menyoroti pengaruh evolusi perilaku manusia terhadap permasalahan sampah plastik di Indonesia. Diketahui, timbunan sampah pada 2020 telah mencapai 67,8 juta ton per tahun, dan diperkirakan akan meningkat 5% setiap tahunnya, dari jumlah ini, 15%-nya adalah sampah plastik.
“Jika dilihat, orang zaman dulu membuang sampah ke sungai, sampahnya belum berupa plastik. Masih sampah dapur atau daun-daunan,” kata Dr. Yosefina Anggraini, S.Sos, M.Si., Antropolog dan Pengajar LPEM FEB UI dalam diskusi melalui webinar “Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia”, Selasa (16/11).
Oleh karena itu, lanjut dia, orang yang kerap membuang sampah sembarangan, membuang ke sungai merupakan orang prasejarah. “Perilaku manusia itu seiring dengan perkembangan zaman, oleh karena itu membuang sampah ke sungai merupakan perilaku orang purba,” kata dia.
Di zaman yang sudah modern ini, kata Yosefina, jika masih ada orang yang membuang sampah sembarangan, maka itu berarti memiliki perilaku yang mundur, tidak sesuai zaman. Dia mengatakan, lingkungan memiliki keterbatasan, namun manusia terus bertambah. Oleh karena itu, dalam mengatasi permasalahan sampah, memilah plastik bisa menjadi kebudayaan baru.
Dr. Arie Sujito, S.Sos, M.Si., Sosiolog dan Pengajar FISIPOL Universitas Gadjah Mada mengatakan, kemampuan mengelola sampah dan menjaga kelestarian lingkungan adalah penanda peradaban. “Inilah yang menjadi tantangan kita bersama,” katanya.
Masyarakat, lanjut dia, harus terlebih dahulu mengubah persepsi mengenai lingkungan, bahwa lingkungan harus dijaga agar kualitas kehidupan tetap baik untuk masa kini dan masa mendatang. “Hal ini berhubungan pula dengan cara kita memandang sampah plastik sebagai bagian dari masalah lingkungan, bahwa sampah plastik bukan hal yang menjijikkan atau tidak bermakna, melainkan bagian dari keseharian yang jika mampu dikelola dan dikendalikan akan meningkatkan kualitas hidup.”
Sementara itu, Tara de Thouars, BA, M. Psi., Psikolog Klinis mengatakan, perilaku peduli terhadap masalah sampah adalah pilihan yang sangat subyektif. “Pertama-tama perlu ditanamkan kesadaran bahwa bertanggung jawab terhadap sampah adalah langkah kebaikan sederhana namun berdampak besar,” kata dia.
Untuk memiliki kesadaran, perlu dimulai dengan adanya sense of purpose karena seseorang baru akan termotivasi jika apa yang dilakukannya memiliki tujuan dan arti. “Lebih bijak mengelola sampah bisa menjadi salah satu bentuk sense of purpose bahwa mereka sudah berhasil mewujudkan purpose yang positif bagi diri dan lingkungannya.”
Setelah itu, menurut dia, perbuatan bijak ini perlu didukung dan dipertahankan dengan adanya self reward, sesederhana mengapresiasi diri bahwa kita telah melakukan sebuah kebaikan. Pada akhirnya, self reward ini dapat menjadi dorongan bagi seseorang untuk mengubah perilakunya secara jangka panjang.”
Erik Armundito, S.T., M.T., Ph.D, Perencana Madya pada Direktorat Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan, pemerintah menargetkan angka pengurangan sampah hingga 30% tahun 2025, diiringi dengan dicanangkannya berbagai regulasi dan gerakan yang menegaskan pentingnya kolaborasi dari seluruh pihak untuk ikut andil mengurai permasalahan sampah. “Peran individu dan masyarakat sangat penting untuk mewujudkan target nasional penanggulangan sampah, termasuk sampah plastik,” kata dia.
Menurutnya, terdapat Lima hal terkait penanganan dan pengelolaan sampah yang menjadi kunci agar terjadi perubahan sosial dan perilaku masyarakat adalah pertama, peraturan perundangan dan turunannya, yang mengatur tentang pengelolaan dan pengolahan sampah mulai dari hulu sampai hilir. Kedua, peningkatan pemahaman terhadap masyarakat, bisa melalui sosialisasi, pendampingan, kampanye pelatihan, hingga datang ke sekolah-sekolah. Ketiga, tokoh panutan, yaitu mereka yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan sampah, bisa jadi pejabat, wakil rakyat, tokoh agama, tokoh masyarakat, ataupun dari public figure. Keempat, penyediaan fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah, dan yang kelima dan yang terpenting: penegakan hukum.
“Kelima poin tersebut sudah ada dalam rencana pembangunan jangka menengah kita di tahun 2020-2024 dan juga sudah masuk di rencana pembangunan nasional jangka panjang. Dalam merealisasikannya, tentunya kolaborasi bersama seluruh pihak, termasuk pihak produsen dan konsumen, sangat dibutuhkan.”
Maya Tamimi, Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation menuturkan, sudah merupakan tanggung jawab dan komitmen jangka panjang perusahaan untuk turut membantu mengatasi permasalahan sampah, terutama sampah plastik di Indonesia. “Kami percaya bahwa plastik memiliki tempatnya di dalam ekonomi, tetapi tidak di lingkungan kita. Hal ini sejalan dengan komitmen global bahwa selambatnya tahun 2025, Unilever akan mengurangi setengah dari penggunaan plastik baru, mendesain 100% kemasan plastik produknya agar dapat didaur ulang, digunakan kembali atau dapat terubah menjadi kompos, dan membantu mengumpulkan dan memproses kemasan plastik lebih banyak daripada yang dijual.”
Maya menjelaskan untuk mencapai komitmen tersebut, Unilever Indonesia telah menerapkan upaya dari hulu ke hilir, mulai dari mendesain produknya hingga ke paska penggunaan kemasan oleh konsumen. Termasuk dengan meluncurkan gerakan #GenerasiPilahPlastik untuk mengajak masyarakat menjadi generasi yang lebih peduli lingkungan dan lebih bertanggung jawab terhadap kemasan yang mereka gunakan, terutama kemasan plastic.
“Kami sadar dibutuhkan komitmen dan waktu yang panjang untuk bisa menyelasikan permasalahan sampah ini, untuk itu #MariBerbagiPeran tempatkan plastik di tempatnya, dalam ekonomi, dan tidak di lingkungan kita,” ujar Maya.
Discussion about this post