JAKARTA, KabarSDGs — Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan, vaksinasi tahap pertama akan dimulai Januari hingga April 2021, yang akan diberikan kepada petugas kesehatan sebanyak 1,3 juta, petugas publik 17,4 juta, dan warga berusia di atas 60 tahun.
“Penduduk berusia 60 tahun menjadi prioritas ketiga berdasarkan pertimbangan bahwa 1.620 subyek uji klinis vaksin Sinovac di Bandung berada di kelompok umur 18-59 tahun,” kata Menkes Budi Gunadi, Rabu (30/12/2020).
Adapun vaksinasi tahap kedua pada April 2021 hingga Maret 2022 akan diberikan pada penduduk di daerah berisiko penularan tinggi sebanyak 63, 9 juta dan masyarakat lainnya 77,4 juta.
Presiden Joko Widodo sudah menyatakan dirinya akan menjadi orang pertama yang akan disuntik dengan vaksin Covid-19.
Sejalan dengan hal tersebut, menkes menyebutkan pendistribusian vaksin Covid-19 ke daerah-daerah membutuhkan rantai dingin (cold chain) sesuai dengan jenis vaksin tertentu. Misalnya vaksin yang diproduksi Pfizer, dibutuhkan penyimpanan dalam suhu minus 70 hingga minus 80 derajat Celsius.
Pakar imunisasi, Elizabeth Jane Supardi, menilai kemampuan Puskesmas di Indonesia sudah 97% siap. Apalagi, kampanye vaksinasi Covid-19 ini tidak seperti kampanye-kampanye vaksinasi sebelumnya yang didesak harus cepat.
“Itu kan bukan yang harus segera karena vaksinnya sendiri kelihatannya datangnya juga sedikit-sedikit. Jadi masih bisa napas,” ujarnya.
Manggapi kekhawatiran soal penyimpanan suhu rendah, Direktur Utama PT Bio Farma, Honesti Basyir menjelaskan Pfizer akan meminjamkan lemari es ultra-low temperature ke daerah-daerah yang memungkinkan.
Sementara itu, uji vaksin Sinovac di Bandung sudah berjalan selama lima bulan. Uji ini melibatkan 1.620 subjek berusia 18-59 tahun.
Para peserta uji diberikan dua dosis, selang 14 hari. Penyuntikan dosis selesai pada 6 November dan pengambilan darah 14 hari panca suntikan selesai pada 20 November, kata ketua tim riset uji klinis, Profesor Kusnadi Rusmil.
Kemenkes sendiri saat ini telah mengamankan jatah vaksin dari empat perusahaan yakni Sinovac (China), Novavax (Kanada), AstraZeneca (Inggris), dan Pfizer/BioNTech (Amerika Serikat), dan dari skema global yang disebut COVAX, dipimpin salah satunya oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dari keempat perusahaan tersebut, baru Pfizer/BioNTech dan AstraZeneca yang lolos uji klinis dan sudah mendapat lampu hijau dari regulator di negaranya – masing-masing melaporkan efektivitas 95% dan 90%. Sedangkan Sinovac dan Novavax masih menjalani uji klinis tahap 3.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmidzi, mengatakan perbedaaan jenis vaksin tidak akan berpengaruh pada pembentukan kekebalan kelompok (herd immunity) yang merupakan tujuan vaksinasi.
Kemenkes menganggap, kata Siti, semua vaksin yang direkomendasikan WHO sama manjurnya. Bagi WHO, vaksin dengan efektivitas 50% – artinya, setengah dari jumlah orang yang divaksin kebal dari Covid-19 – sudah bisa dianggap baik.
Hal yang lebih penting, Siti menambahkan, adalah mencapai sasaran vaksinasi yakni 181,5 juta jiwa atau 70% populasi Indonesia.
“Gimana mau pilih merk kalau ketersediaan itu jadi isu, jadi apapun juga pasti kita akan mencoba men-secure pemenuhan vaksin. Apalagi untuk negara seperti kita ini yang jumlah penduduknya besar, tidak mungkin menyediakan dari satu jenis vaksin dalam waktu yang cepat,” jelas Siti.
Discussion about this post