YOGYAKARTA, KabarSDGs — Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono menyebut, hasil kajian sementara ditambah pengamatan secara visual menunjukkan aktivitas Gunung Merapi pada tahun 2020 diprediksi memiliki kesamaan dengan erupsi 2006 silam.
“Aktivitas Gunung Merapi tahun 2020 berpotensi memicu terjadinya guguran lahar panas, akan tetapi diperkirakan tidak akan lebih buruk dari erupsi 2010. Hanya saja, hal tersebut tetap perlu diantisipasi berbagai pihak terkait untuk situasi dan kondisi tertentu yang dapat terjadi ke depannya,” jelas Eko, saat menerima kunjungan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo ke Kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan dan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, di Yogyakarta, Kamis (19/11/2020).
Eko menjelaskan, Gunung Merapi saat ini memiliki potensi erupsi dengan jenis letusan efusif, yakni lava dari letusannya mengalir terus dari gunung ke tanah.
Selain itu, menurut Eko Gunung Merapi juga berpotensi meletus secara eksplosif, di mana magma yang terfragmentasi dengan keras kemudian dikeluarkan dengan cepat dari kawah gunung.
Karena itu, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan dan Geologi (BPPTKG) memberikan rekomendasi untuk wilayah radius 5 kilometer dari puncak kawah merapi agar dikosongkan dari segala jenis aktivitas manusia dan tidak boleh ditinggali oleh penduduk.
Hal itu dimaksudkan agar apabila kemudian Gunung Merapi meletus sewaktu-waktu, maka tidak terjadi korban jiwa maupun kerugian harta benda.
“Rekomendasi Radius 5 kilometer harus dikosongkan. Karena kalau jadi meletus nanti agar tidak menimbulkan korban jiwa,” ujar Eko.
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, apa yang disampaikan terkait data dan informasi sudah lengkap untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan pengambilan kebijakan selanjutnya.
Doni juga mengapresiasi kinerja, peran dan fungsi BPPTKG sebagai bagian dari tim intelijen BNPB dalam kaitannya penyelidikan dan pengembangan teknologi bencana geologi.
“Ini yang perlu kita ketahui. BPPTKG ini adalah tim intelijen kami. Jadi dalam kebencanaan kita juga butuh intelijen informasi,” ujar Doni.
Menurut Doni, hasil dari informasi dari tim BPPTKG, PVMBG dan Badan Geologi kemudian dapat diteruskan ke pihak terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Basarnas, TNI/Polri serta sejumlah instansi terkait termasuk para relawan bencana alam.
Setelah data dan informasi dari BPPTKG didapatkan, maka seluruh komponen tersebut akan fokus ke wilayah yang berpotensi terdampak, sesuai dengan skala prioritas.
“Dengan demikian langkah-langkah kita harus mengarah kepada aspek prioritas,” jelas Doni.
Doni juga berharap melalui pengolahan data dan informasi yang akurat, maka pemerintah dapat segera mengambil langkah cepat untuk upaya mitigasi maupun penanganan darurat bencana.
“Mudah-mudahan kita mendapatkan informasi yang cukup, yang banyak dan saya yakin semakin hari canggih peralatan yang kita miliki dan semakin akurat predikis-prediksi yang disampaikan,” ujar Doni.
Usai melakukan kunjungan di kantor BPPTKG Yogyakarta, Doni Monardo melanjutkan kegiatan menuju Pos Pengamatan Gunung Merapi di Balerante, Klaten, Jawa Tengah dan dilanjutkan meninjau lokasi pengungsian di Desa Glagaharjo, Sleman, DI Yogyakarta.
Discussion about this post