JAKARTA, KabarSDGs – Suatu siklus diperlukan untuk menciptakan kebiasaan baru dalam masyarakat. Hal ini dikatakan Penulis Rene Suhardono dalam webinar “Tantangan Perubahan Perilaku Menuju Adaptasi Kebiasaan Baru” di Jakarta, Senin (31/8).
“Diperlukan suatu siklus yang diawali dengan pemicu kebiasaan, lalu penerapan kebiasaan, dan diakhiri dengan pencapaian dari kebiasaan baru tersebut,” kata Rene dalam webinar yang diselenggarakan oleh Tim Koordinasi Daerah dan Rencana Penyusunan Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Jakarta Berketahanan ini.
Menurut Rene, adaptasi sudah ada di masing-masing pribadi manusia, namun yang terkadang dilupakan adalah empati. “Empati ini untuk menyadari bahwa kasus tiap orang berbeda-beda, sehingga butuh pemahaman bahwa tiap orang menghadapi suatu hal dengan cara berbeda-beda,” ujarnya. Kita, lanjut Rene, tidak akan bisa hanya membicarakan contoh kebiasaan baru dan upaya penerapannya tanpa memahami bagaimana kondisi masing-masing pihak.
Sementara itu, Manajer Pilar Pembangunan Sosial Sekretariat TPB/ SDGs DKI Jakarta Andini Eka Hapsari mengatakan, perilaku manusia dipengaruhi oleh bias kongnitif dan emosi. Masa pandemi yang penuh dengan pembatasan ini menciptakan kondisi yang tidak enak atau merugikan, sehingga bias kognitif dan emosi manusia jadi membesar. “Ini menjadi salah satu alasan mengapa kita tidak patuh dengan protokol kesehatan selama masa pandemi,” katanya.
Hal ini bisa menyebabkan perilaku underrating dan overrating. Perilaku overrating seperti yang dilakukan di masa awal pandemi, yaitu pembelian masker, hand sanitizer, dan sabun cuci tangan yang berlebihan oleh masyarakat. Sebaliknya, perilaku underrating sifatnya meremehkan semua yang terjadi selama masa pandemi, seperti tidak mengenakan masker saat ke luar rumah dengan alasan tempat yang dituju dekat dengan rumah.
Masyarakat, kata Andini, mempunyai kecenderungan untuk hanya melihat hal yang ingin mereka lihat. “Walaupun kita tahu hal itu buruk, kita tetap melakukan karena belum berdampak langsung pada kita.”
Peran pemerintah, lanjut dia, tentu diperlukan dalam menciptakan konsistensi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan. Pembuatan kebijakan oleh pemerintah dapat dilakukan berdasarkan pendekatan perilaku untuk menciptakan perubahan signifikan dan berkelanjutan.
Seluruh pihak keterlibatannya juga dibutuhkan agar tidak ada satu bagian masyarakat yang tertinggal. “Selain itu, memberikan informasi yang akurat, membasmi hoaks, mengekspresikan empati, serta memperhatikan kesehatan mental masyarakat juga perlu dilakukan oleh seluruh pihak dalam menghadapi pandemi ini.” (PULINA NITYAKANTI PRAMESI)
Discussion about this post