JAKARTA, KabarSDGs – Bag bag cecemitering, siapakah aku? lahir dari timun berwarna emas.
Bag bag cecemitering, apakah aku? Berparas manusia namun bertutur bahasa timun.
Bag bag cecemitering. Bag-bag cecemitering…..
Bag bag cecemitering, kata-kata tersebut mungkin masih asing di telinga. Ya, karena kata-kata itu hanya bisa ditemui di drama musikal “Timun Mas” yang hadir di kanal Youtube IndonesiaKaya pada 30 Juli – 6 Agustus 2020.
Bag bag cecemitering menjadi nyanyian Anodya Shula Neona Ayu atau dikenal dengan Neona, putri ketiga dari pasangan penyanyi Riafinola Ifani Sari dengan Baldy Mulya Putra yang berperan sebagai Timun Mas kecil dalam karya musikal fantasi distopia itu.
Sutradara “Timun Mas”, Mia Johannes (Mhyajo) mengatakan, Bag bag cecemitering menggambarkan manusia dari lahir hingga mati. “Di sana digambarkan siapa aku dan apakah aku,” katanya melalui video konferensi media di Jakarta, Rabu (5/8).
Namun, Mhyajo enggan memberikan arti dari kata Bag bag cecemitering. “Banyak yang bertanya, tunggu tanggal mainnya. Dirasakan saja lagunya, yang jelas clue-nya kata itu berasal dari Timur,” ujarnya.
Bag bag cecemitering hanya satu dari sekian banyak yang menarik perhatian kala menyaksikan ‘Timun Mas’ yang tayang hanya tujuh hari itu. Dikemas dengan apik dan modern, Mhyajo berhasil membuat drama musikal kali ini terasa berbeda karena dilakukan saat Pandemi COVID-19.
Semua syuting dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan. Para pemeran tak bertemu satu dengan lainnya. Mereka memainkan perannya di rumah masing-masing. Dari persiapan, workshop, pendalaman karakter, hingga proses syuting semua dilakukan melalui daring.
Menariknya lagi, format yang digunakan Mhyajo pun tak biasa. Mengusung format vertikal atau 9:16 yang memudahkan masyarakat untuk menikmati drama musikal ini melalui telepon genggam atau tablet.
Dengan format ini, pemeran tidak bisa melakukan eksplorasi dengan latar. Bahkan, para pemeran hanya diberi modal kursi sofa putih berbentuk kubus untuk bereksplorasi. “Aku merasa susah banget. Kenapa harus duduk, gue ingin berdiri, namanya juga teater. Tapi ini harus duduk,” ujar pemeran Timun Mas Besar Karina Salim.
Sang sutradara, lanjut Karina, meminta para pemeran mengeluarkan segala kemampuannya berakting di kursi tersebut. Dia pun sempat dibuat stres karena tak mudah berakting dengan hanya duduk di kursi.
“Misalnya saat akting sedang lari. Aku stress banget harus bagaimana. Kok jadi konyol banget,” kata Karina. Namun, sebagai aktris dia pun harus percaya diri. Diskusi dengan Mhyajo menjadi solusinya. “Mbak Mhya melumaskan semua.”
Begitu juga dengan pemeran Ratu Peri, Tanayu. Dia harus menganggap kursi itu sebuah panggung. “Jadi aku harus berlatih di sofa itu bagaimana mendapatkan bahasa tubuh yang tepat sebagai Ratu Peri.”
Ratu Peri, lanjut Tanayu, bukan manusia. Bukan lelaki ataupun perempuan. Sang ratu pun tak memiliki rasa seperti marah, sakit, takut, atau ambisi. Namun, memahami cinta kasih dan damai. “Artinya sebagai pemeran aku harus melepaskan diriku sebagai manusia. Dan itu harus feel pelan-pelan.”
Pemilik nama panjang Intan Ayu Purnama itu pun terbantu dengan pemahaman yang diberikan Mhya kepadanya terkait tokoh yang paling tinggi itu. “Mhya kasih aku knowledge bahwa karakter itu ada di budaya Indonesia. Itu proses luar biasa.”
Wujudkan Dongeng Modern
“Timun Mas” merupakan salah satu mimpi Mhyajo untuk mementaskan dongeng Indonesia. Dari kecil, penulis ‘Libretto‘ itu mengaku sudah diberikan asupan gizi yang sangat Indonesia sehingga muncul kecintaan pada Indonesia.
Menurutnya, selama ini dongeng banyak diadaptasi oleh panggung. Sementara, tidak banyak yang membalut dongeng dengan kemasan modern. “Masih kurang sesuatu secara kemasan,” ujar dia.
Alhasil, dongeng yang ada selama ini tidak bisa menjadi kebanggaan anak muda. “Kok enggak ada anak SD yang masih obrolin tentang dongeng,” kata Mhyajo. Baginya, hal itu sangat menyedihkan. Dia pun menyebut hal itu merupakan bentuk baru dari penjajahan dan harus diperjuangkan. “Perjuangan kami beda karena kami merupakan pekerja seni.”
Dalam dongeng banyak moral dalam cerita yang bisa digali. Dia pun menyambut tim “Timun Mas” sebagai orang-orang yang siap memajukan dongeng Indonesia.
“Belajar mencintai karya-karya bangsa, ketulusan hati kami selama PSBB dan kami berharap bisa membuat sekuel-sekuel lainnya. Itu semua untuk menjaga ekosistem seni tetap terjaga,” ujar perempuan yang identik mengenakan kacamata berbingkai merah itu.
Executive Producer Bayu Pontiagust mengatakan, “Timun Mas” mengajarkan mimpi itu bakal terwujud setelah kita siap. Meskipun keterbatasan pertemuan fisik, tidak membuat kreativitas menjadi terbatas.
Para pekerja seni yang tergabung dalam program #MusikalDiRumahAja melakukan seluruh proses produksi di rumah masing-masing dan menghasilkan karya musikal daring secara luar biasa. Hal itu merupakan bukti cinta kepada Indonesia.
Bayu menuturkan, program yang merupakan kolaborasi antara Indonesia Kaya dan BOOW LIVE itu akan berlanjut hingga enam serial. Serial tersebut yaitu “Malin Kundang”, “Timun Mas”, “Rara J (Rara Jonggrang)”, “Sangkuriang”, “Bawang Merah Bawang Putih”, dan “Lutung Kasarung”.
Cerita rakyat Indonesia yang diadaptasi menjadi pentas musikal virtual itu disiarkan streaming setiap Kamis malam dari 23 Juli hingga 27 Agustus 2020. Terdapat enam sutradara teater, enam sutradara film, enam sinematografer, tujuh penata musik, serta 44 aktor, aktris, dan penari Indonesia dalam format daring. “Kami ingin drama musikal semakin dikenal oleh masyarakat. Jika selama ini hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menyaksikan drama musikal, namun, dengan format seperti ini, semakin banyak orang yang dapat menikmati dan mengetahui drama musikal,” kata Bayu. #MusikalDiRumahAja juga mengajak penikmat seni untuk mendukung para pekerja seni dan penanganan COVID-19 dengan menyalurkan bantuan melalui kitabisa.com.
Discussion about this post